The Raid, Gundala, Perempuan Tanah Jahanam. Judul-judul film ini pasti tidak asing di kuping KawanWH, kan? Ketiga film tersebut hanya sedikit dari jajaran karya kebanggaan Indonesia. Pada 10 November 2021 kemarin, Badan Perfilman Indonesia dan Kemendikbud Ristek RI baru saja menyelenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) ke-41 dengan tema “Sejarah Film dan Media Baru”. Tahun ini, film Penyalin Cahaya karya Wregas Bhanuteja berhasil mencetak rekor dengan memenangkan 12 Piala Citra sekaligus, mengalahkan film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak karya Mouly Surya yang memborong 10 piala pada tahun 2018.
Dilihat dari karya-karya yang mendapatkan nominasi dan memenangkan penghargaan FFI kemarin, dapat dikatakan jika sekarang industri perfilman Indonesia sedang memasuki gelombang baru. Indonesia mampu memproduksi berbagai karya yang tidak hanya diminati oleh masyarakat lokal namun juga internasional. Dengan kualitas produksi, acting, scriptwriting dan editing yang semakin berkembang, bisa dibilang akhir-akhir ini film-film Indonesia sudah dapat bersaing dengan film-film produksi negara-negara tetangga, bahkan film Hollywood sekalipun.
Peningkatan ini ditandai dengan semakin banyaknya film yang memenangkan penghargaan di luar negeri seperti film Sekala Niskala (2017) yang memenangkan penghargaan pada Tokyo FILMeX, Yuni (2021) yang mendapatkan penghargaan Platform Prize pada ajang Toronto International Film Festival, dan Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021) yang mendapat penghargaan film terbaik pada ajang Festival Film Locarno Swiss.
Film Indonesia juga sudah beberapa kali ditampilkan dalam screening berbagai festival film internasional seperti Cannes Film Festival, Sundance Film Festival, Berlin International Film Festival, dan Busan International Film Festival. Hal ini menunjukkan bagaimana film Indonesia semakin berkualitas dan dihargai oleh kalangan publik. Film-film Indonesia tidak hanya menyajikan visualisasi menarik namun cerita-cerita yang diambil juga menginspirasi dan dapat menjadi media edukasi. Seperti film Penyalin Cahaya karya Wregas Bhanuteja yang mengangkat cerita tentang kekerasan seksual dan film Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho yang mengangkat isu gender.
Lebih membanggakan lagi, film-film Indonesia seperti 27 Steps of May, Losmen Bu Broto, The Boy with Moving Image, dan Kadet 1947, sudah mendapatkan pengakuan dan akan tayang pada layanan over-the-top (OTT) elit seperti Netflix. Pada tahun 2020, Netflix bahkan menggandeng sutradara Indonesia seperti Nia Dinata dan Hadrah Daeng Ratu untuk memproduksi dua film original baru di Indonesia. Keren, kan?
Dengan semakin banyaknya film-film Indonesia dalam katalog Netflix, para sineas lokal tentu akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk membagikan budaya Indonesia kepada semua orang dari seluruh penjuru dunia. Kemudahan akses film-film Indonesia dalam layanan OTT juga mendorong masyarakat untuk lebih mengapresiasi karya seni film dengan tidak menonton atau membeli bajakan.
Banyaknya penghargaan dan raihan prestasi yang diperoleh menunjukkan bahwa film-film produksi Indonesia sudah mengalami perkembangan yang signifikan. Meningkatnya kualitas produksi film-film Indonesia akan semakin mendorong lebih banyak masyarakat Indonesia untuk mengapresiasi film karya anak bangsa dan mengharumkan nama industri perfilman Indonesia. Semoga kedepannya Indonesia bisa mengeluarkan lebih banyak lagi film-film unik dan menginspirasi yang edukatif bagi masyarakat, ya! Tentunya, kita sebagai rakyat Indonesia harus turut mendukung dengan menonton di bioskop atau layanan OTT! Jadi, gimana KawanWH? Apakah kalian siap mendukung industri layar lebar Indonesia?