AS Keluarkan Pembatasan Bepergian Ke Jepang, Akankah Olimpiade Tokyo Jadi Malapetaka Pandemi?

Sumber: Koku Japan

“Sudah sewajarnya bagi seorang atlet, saya sangat berharap untuk dapat bertanding di ajang olimpiade. Namun sebagai seorang manusia melihat adanya pandemi dan orang-orang yang sakit dan merasa tidak aman, situasi (Olimpiade Tokyo 2020) ini menjadi isu yang sangat mengkhawatirkan,” ucap Kei Nishikori, petenis Jepang peraih perunggu tunggal putra pada Olimpiade Rio 2016 sebagaimana dilansir dari Vox.

Setahun sudah berlalu sejak ditundanya Olimpiade Tokyo 2020 akibat pandemi Covid-19, tahun ini, Jepang sebagai tuan rumah kembali bekerja untuk mempersiapkan ajang bergengsi internasional tersebut yang direncanakan akan diadakan pada Juli-Agustus 2021. Dilansir dari AP, Jepang sudah melakukan banyak persiapan protokol kesehatan untuk menyambut olimpiade ini, seperti melarang kedatangan penggemar dari luar negeri. Jepang juga akan melaksanakan program vaksinasi massal bagi 200 perawat, 280 personil tentara serta 10.000 masyarakat sipil di Tokyo dan 5.000 masyarakat sipil di Osaka selama tiga bulan ke depan. Kedua kota tersebut dipilih karena mereka adalah titik pusat perhelatan Olimpiade. Kendati begitu, memasuki pertengahan Mei 2021, Jepang justru mengalami gelombang kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan.

Dilansir dari Aljazeera, sampai Senin (24/5), Osaka menjadi kota yang mengalami peningkatan tertinggi sebesar 3.849 kasus. Kenaikan kasus ini telah memberikan tekanan pada sistem kesehatan kota seiring dengan banyaknya rumah sakit yang menyatakan kewalahan dalam menerima pasien. Faktanya, dari total 13.770 kasus, hanya 14% yang akhirnya disanggupi pihak rumah sakit untuk bisa dirawat. Selain itu, Jepang saat ini hanya memiliki 4.44% dari total penduduk yang sudah tervaksinasi. Merujuk pada data dari University of Oxford, hal ini masih jauh dari standar negara maju lain seperti Inggris di 56%, AS di 49%, atau Singapura di 34%. Akibat dari kenaikan kasus ini masyarakat memprotes kebijakan pemerintah untuk tetap meneruskan perhelatan olimpiade di bulan Juli.

Terdapat berbagai tanggapan dari masyarakat Jepang, mulai dari petisi penolakan daring, penolakan yang disampaikan kepada gubernur Hiroshima, Hyogo, dan Okayama atas acara pawai obor olimpiade di wilayahnya, hingga puncak unjuk rasa masyarakat di Stadion Nasional Tokyo atas kebijakan pemerintah pada 9 Mei lalu. Bahkan sektor pebisnis seperti CEO Rakuten Hiroshi Mikitani dalam wawancaranya dengan CNN menganggap bahwa dilangsungkannya olimpiade akan menjadi misi bunuh diri bagi rakyat Jepang. Kumpulan respons tersebut kemudian menunjukkan adanya peningkatan sentimen anti-olimpiade di antara masyarakat Jepang. Kebanyakan dari mereka khawatir dengan rendahnya persiapan Jepang dalam melakukan pencegahan dan penanganan Covid-19 akan diperparah dengan adanya olimpiade yang akan dilaksanakan pada musim panas ini.

Tidak hanya masyarakat dalam negeri, negara-negara yang diundang oleh Jepang dalam olimpiade ini juga memberikan tanggapan. Bahkan AS telah mengumumkan Travel Advisory Level 4 “Do Not Travel” untuk masyarakatnya terhadap Jepang akibat kenaikan kasus Covid 19 pada Senin (24/5) lalu. Kebijakan ini adalah peringatan tertinggi bagi warga negara AS untuk tidak bepergian ke negara lain. Kebijakan ini juga dikeluarkan AS terhadap negara lain dengan tingkat Covid-19 yang tinggi pada Sri Lanka, Venezuela, hingga Mesir.

Meskipun terdapat penolakan, sampai saat ini Jepang masih bersikeras mengatakan akan tetap melaksanakan olimpiade pada bulan Juli mendatang. PM Yoshihide Suga menyatakan pihaknya akan terus meningkatkan protokol kesehatan, kapasitas perawatan, dan vaksinasi dalam negeri. Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato juga menyatakan bahwa mengingat besarnya biaya yang sudah dikeluarkan oleh Jepang untuk Olimpiade Tokyo, AS yang sudah mengeluarkan kebijakan bepergian pun tetap mendukung pelaksanaan olimpiade tahun ini. Dalam sejarah pelaksanaan olimpiade, total biaya yang telah digelontorkan Jepang untuk persiapan perhelatan olahraga ini tercatat sebagai rekor termahal yaitu sebesar 25 miliar dolar AS.

Dengan adanya penolakan dari masyarakat Jepang serta kebijakan pembatasan bepergian AS, tentu membuat perhelatan Olimpiade ini di ambang pertanyaan, akankah Olimpiade ini tetap berlangsung? (KA)