“Kemanusiaan akan menjadi landasan dari pengabdian masyarakat sebagai alasan naluriah untuk manusia saling bermanfaat satu sama lain,” ujar Ben Laksana dan Rara Sekar pada sesi wawancara webinar Bebas Vol. 2 Sabtu (28/11). Webinar sekaligus talkshow ini diselenggarakan oleh Divisi Pengabdian Masyarakat HMPSIHI Unpar dengan mengundang kedua alumni HI Unpar untuk membahas tema “Melatih Pemikiran Kritis untuk Pengabdian Masyarakat.”
Ben dan Rara memaparkan bahwa dalam hidup ini, pengabdian terjadi secara alamiah. Sebab pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Hal ini terjadi tanpa melihat adanya ikatan darah—hanya terikat oleh sebuah realita bahwa sebagai sesama manusia, kita sama-sama memiliki rasa penderitaan dan keinginan untuk bahagia. Sehingga secara logis, akan timbul rasa ingin membantu dan menyejahterakan satu sama lain, sebab kita tidak bisa hidup sendiri. Namun terkadang, dengan pelaksanaan dan perencanaan yang kurang tepat, pengabdian masyarakat yang memiliki niat baik, justru membawa malapetaka bagi masyarakat yang mendapat bantuan.
Pada webinar ini, kedua pembicara menekankan bahwa pengabdian masyarakat tidak hanya dilihat dari perspektif selebrasi semata. Perspektif lain menawarkan pandangan bahwa kegagalan pengabdian masyarakat menjadi bahan pembelajaran yang berharga. “Program pengabdian itu biasa sistemnya top-down. Kita merasa tahu apa yang masyarakat butuhkan dan kita berlagak seperti penyelamat. Padahal, ternyata pertolongan itu tidak tepat dengan apa yang mereka butuhkan.” ujar Ben dan Rara. Mereka menyatakan bahwa masyarakat bukanlah sekadar objek penderita. Masyarakat adalah manusia yang memiliki keinginan dan kebutuhan berbeda-beda, tidak seperti apa yang kita bayangkan.
Maka dari itu, Ben dan Rara membahas bahwa riset merupakan proses yang penting dalam membuat rencana pengabdian kepada masyarakat. Hal ini menjadi upaya sehingga niat baik yang kita miliki, tidak salah sasaran dan justru merugikan orang lain.
Kasus TOMS Shoes mereka bawa sebagai contoh. Merk sepatu ini menerapkan donasi sepatu “one for one,” sehingga setiap pembelian satu sepatu, maka sepasang sepatu lain akan didonasikan kepada anak-anak kurang mampu, salah satunya di Afrika. Nyatanya, donasi sepatu ini justru menggerus perekonomian dengan menghambat produksi sepatu lokal di Afrika. Sebuah niat yang begitu baik untuk berbagi sepatu kepada anak-anak kurang mampu, namun bukan solusi yang tepat.
Melihat contoh kasus tersebut, Ben dan Rara mengingatkan kepada peserta webinar yang ingin memberikan bantuan untuk selalu melakukan riset terlebih dahulu, terutama mengenai permasalahan yang sedang terjadi dalam kelompok masyarakat mereka dan apa dampak yang akan terjadi apabila kita memilih membantu. Permasalahan sosial yang terjadi bukanlah sekadar permasalahan individual, tetapi juga merupakan permasalahan struktural. Sehingga, dalam penyelesaiannya pun tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara mengubah satu individu, namun juga harus mengubah struktur sosial yang ada.
Walaupun begitu, pada wawancara dengan Warta Himahi, Ben dan Rara menegaskan kembali bahwa mengabdi kepada masyarakat bukanlah sebuah kewajiban. Tidak ada yang dapat memaksakan kemampuan seseorang untuk menolong orang lain. Kita tidak pernah tahu bagaimana kondisi mereka, atau apakah justru mereka yang membutuhkan pertolongan. Tidak semua orang memiliki privilege yang dapat dimanfaatkan untuk membantu orang lain. Maka dari itu, menurut mereka, satu hal yang wajib adalah solidaritas kelompok, tanpa harus disebut sebagai pengabdian masyarakat.
Sebagai penutup, Ben dan Rara menitipkan pesan untuk KawanWH untuk tetap menjaga kesehatan fisik maupun mental. Terutama pada masa pandemi ketika produktivitas sangat disanjung-sanjung, mereka berpesan agar KawanWH tidak memaksakan diri untuk selalu produktif.
“Jangan terlalu ingin produktif,” kata Ben, “produktivitas selama ini menjadi suatu hal yang selalu disanjung-sanjungkan. Terutama menjadikan kesuksesan orang lain sebagai patokan untuk diri sendiri.” Menurutnya, mungkin tahun 2020 ini justru menjadi tahun yang bisa kita manfaatkan untuk beristirahat.
“Mulailah berkolektif dengan sesama. Walau hanya kelompok kecil, setidaknya memiliki ikatan yang erat,” tutup Rara.