
Belajar Peduli kepada Alam Asri atau BERDIKARI merupakan seminar daring yang diadakan pada 30 April 2021 yang lalu untuk memberikan pandangan mengenai isu lingkungan saat ini dan memperkenalkan eco-enzyme serta perannya dalam menyelesaikan isu lingkungan tersebut. seminar daring BERDIKARI ini diadakan oleh Bukti bahwa Manusia Tahu atau disingkat Buka Mata, salah satu corporate social responsibility (CSR) karya Universitas Multimedia Nusantara yang diketuai oleh Titus Christiano. Buka Mata ini dibentuk dengan tujuan mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals atau SDGs) dengan memberikan pandangan mengenai isu-isu lingkungan. Terkait hal ini, Buka Mata ingin menyoroti pesan bahwa manusia sebenarnya menyadari tanggung jawabnya terhadap lingkungan, tetapi sering kali enggan melakukannya. Karena itu, Buka Mata mendorong manusia untuk berkontribusi nyata demi kelangsungan hidup lingkungan yang berkelanjutan. Berangkat dari tujuan ini, Buka Mata melalui seminar daring BERDIKARI mengajak para peserta untuk melestarikan lingkungan dengan meningkatkan penggunaan eco-enzyme.
Dalam seminar daring BERDIKARI, Buka Mata mengundang Ibu Salmah, S.Si, S. Pd, seorang narasumber dari Komunitas Eco Enzyme Nusantara (KEEN) yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan. Ibu Salmah sendiri merupakan pekerja sosial yang aktif sebagai pecinta lingkungan dan penggiat eco-enzyme. Melalui seminar daring ini, Ibu Salmah mensosialisasikan berbagai permasalahan lingkungan terkini yang sebagian besar disebabkan oleh manusia dan menjelaskan urgensinya bagi masyarakat untuk segera menyelesaikan isu-isu tersebut. Ibu Salmah dalam kesempatan ini menyoroti khususnya permasalahan lingkungan di Indonesia, yaitu penumpukan sampah-sampah organik yang sangat berbahaya bagi lingkungan karena dapat menyebabkan polusi udara dan pemanasan global dengan menyumbang kadar karbondioksida serta gas metana yang sangat banyak.
Berangkat dari persoalan ini, Ibu Salmah pun memperkenalkan eco-enzyme, cairan alami serba guna yang merupakan hasil fermentasi dari sampah organik dapur, seperti kulit buah dan sisa-sisa sayuran, gula merah atau hitam, dan air. Eco-enzyme ini sendiri sebenarnya telah lama ditemukan oleh Dr. Rosukon Poompanvong, pendiri asosiasi pertanian organik di Thailand, dan diperkenalkan secara lebih luas oleh Dr. Joean Oon, seorang peneliti Naturopathy dari Penang, Malaysia. Saat ini, eco-enzyme sendiri telah banyak dikenal dan digunakan di berbagai negara di dunia, seperti di Thailand, Malaysia, China, serta Eropa.
Menurut penjelasan Ibu Salmah, eco-enzyme ini banyak dipakai sebagai campuran untuk cairan-cairan pembersih, mulai dari pembersih peralatan dapur, pembersih lantai, pembersih toilet, pencuci pakaian, hingga campuran untuk air yang kita gunakan untuk mandi, keramas, dan gosok gigi. Di samping itu, cairan eco-enzyme ini bahkan mampu digunakan untuk menyuburkan lahan-lahan yang tandus dan membunuh bakteri sehingga berfungsi juga sebagai disinfektan. Dengan ragam manfaat yang dimiliki eco-enzyme, penggunaan cairan ini dipercaya mampu menjadi solusi alternatif untuk mengurangi pemakaian sampah rumah tangga yang mengandung senyawa kimia yang buruk bagi lingkungan. Lebih lanjut, proses fermentasi eco-enzyme menghasilkan gas baik yang akan berkontribusi dalam melawan zat-zat rumah kaca. “Apabila eco-enzyme dapat dibuat oleh setiap rumah di Indonesia, hal itu akan membantu sekali dalam melawan global warming,” tutur Ibu Salmah.
Tidak hanya seminar daring, Buka Mata menyelenggarakan pelatihan pembuatan eco-enzyme secara langsung di Desa Serdang Wetan, Legok, Tangerang Selatan dengan bantuan KEEN. Hal ini dilakukan untuk menyebarkan ilmu tentang eco-enzyme tak hanya kepada generasi muda, tetapi juga Ibu-Ibu di Desa. Buka Mata juga mengadakan BERDIKARI Challenge di media sosial agar informasi tentang eco-enzyme dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya penggunaan eco-enzyme untuk melestarikan lingkungan tentu memerlukan kontribusi masyarakat yang besar. Sesuai dengan yang diucapkan oleh Ibu Salmah pada akhir sesi BERDIKARI, “Karena bersama, kita bisa.” (CG & TA)