Virus yang mulai mewabah semenjak bulan Maret lalu mengakibatkan banyak dari pelaku ekonomi untuk memikirkan cara lain dalam bertahan hidup, termasuk mereka yang bergelut di dunia seni. Keterbatasan dalam berinteraksi dengan dunia luar menuntut mereka untuk melepas logika, berpikir outside the box dan tetap berkarya.
Melalui berbagai platform baru dalam berkarya, mereka menggeser semua kebiasaan konvensional yang semula dilakukan dalam kondisi normal. Kegiatan-kegiatan kesenian seperti, konser, pameran bahkan seni pertunjukan yang biasanya dilakukan secara langsung sekarang hadir melalui bentuk virtual. Konsep ini menawarkan cara baru dalam melihat dan merasakan pengalaman berseni.
Dari segi musik, banyak musisi merespons situasi dengan menggunakan platform digital, hasilnya pun tidak kalah dibandingkan saat kondisi normal. At Home Concert menjadi salah satu kegemaran yang dilakukan. Banyak dari musisi memanfaatkan media sosial seperti, Instagram dan YouTube sebagai platform mereka dalam berkarya. Grup musik rock legendaris Inggris, The Rolling Stone melakukan kolaborasi online lewat lagunya “You Can’t Always Get What You Want”. Konser video langsung, Tiny Desk Concert oleh NPR Music menjadi Tiny Desk (Home) Concert yang semua kegiatannya dilakukan dari rumah.
Dengan hampir semua kegiatan yang dituntut untuk dikerjakan dari rumah, tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri busana. Pengenalan koleksi yang biasanya dilakukan melalui pekan busana, kurang lengkap rasanya tanpa kehadiran penikmat busana maupun liputan dari media massa. Teknologi menjadi satu-satunya cara dalam mengatasi masalah ini. Jun Takahashi melalui Undercover memperkenalkan koleksi SS21-nya dalam bentuk 3D. Sedangkan, baru-baru ini, rumah busana Balenciaga mengeluarkan videogame “Afterworld: The Age of Tomorrow” untuk memperkenalkan koleksi AW21nya yang mengangkat tema Futuristic.
Di Indonesia, wabah COVID-19 seperti menjadi “titik baru” perkembangan seni dalam negeri. Baik pemerintah maupun pihak swasta semakin menunjukan eksistensinya dalam kontribusi pertumbuhan industri kreatif di Indonesia. Akses serta wadah dalam bereksplorasi pun semakin banyak. Kerja sama yang dilakukan oleh Titimangsa Foundation bersama dengan Kemendikbud melalui podcast Sandiwara Kebudayaan Nusantara merupakan salah satu contoh kerja sama pemerintah dan pihak swasta di bidang industri kreatif Indonesia.
Dalam masa ini, kami mewawancarai salah satu penggiat seni Indonesia, Irma Purnama yang bergerak di industri perfilman selaku sutradara yang membagi pengalaman suka-dukanya dalam berkarya di tengah pandemi. “Sebenernya kalo dibilang susah juga nggak sih, lebih ke plus-minus aja kalo aku.
Menurutku, pandemi gini nilai plus-nya buat kita (adalah jadi) lebih berpikir kreatif dan kritis, karena pastinya harus muter otak juga supaya bisa lakuin hal-hal yang biasa kita lakukan dengan cara yang beda!
Kalo minus-nya nih, aku kan berkarya lewat film, nah kalo di film sendiri itu harus lewatin proses produksi dan praproduksi. Jadi kayak ribet aja harus syuting dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.”
Tidak sedikit juga dari seniman yang menjadikan masa pandemi sebagai sebuah momentum yang dituangkan ke dalam karya. Pergelaran pameran seni besar ArtJog tahun ini mengangkat tema “Resilience” sebagai wujud respons para seniman dalam berkarya di tengah pandemi. Karya yang dihasilkan pun lebih jujur karena tidak melulu berbicara soal komersil.