Tiongkok melakukan pemboikotan terhadap perusahaan ritel mode multinasional asal barat pada Kamis (25/3) lalu sebagai bentuk kemarahan setelah dituduh melakukan pelanggaran HAM dalam kegiatan produksi kapas di Uighur. Peristiwa ini melibatkan berbagai merek ternama asal Eropa dan Amerika Serikat seperti H&M, Adidas, Calvin Klein, hingga Nike. Sejumlah perusahaan ritel mode multinasional tersebut memberikan dugaan bahwa Tiongkok menggunakan praktik tenaga kerja paksa dan penahanan massal terhadap satu juta etnis minoritas Muslim Uighur dalam memproduksi kapas di Xinjiang sebagai wilayah penghasil seperlima kapas dunia.
Adanya laporan pelanggaran HAM tersebut membuat Nike dan H&M menolak menggunakan produk Xinjiang. Dilansir dari CNN, pihak manajemen Nike sempat mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah menggunakan tekstil ataupun mengambil produk dari Xinjiang. Pihak H&M juga menegaskan bahwa mereka menjunjung tinggi transparansi dan menetapkan standar yang tinggi dalam dalam rantai pasokan globalnya. “Kami tidak ingin bekerja dengan pabrik manufaktur garmen yang berlokasi di daerah otonomi Xinjiang Uighur dan material kami tidak berasal dari sana”, tegas pihak manajemen H&M. Pernyataan yang dibuat oleh Nike dan H&M juga sempat dipermasalahkan pada tahun lalu. Namun, setelah munculnya sanksi dari beberapa negara barat, berita tersebut kembali muncul dalam beberapa pekan terakhir ini. Mengutip dari media lokal Tiongkok, People’s Daily, pada Jumat (26/3), maraknya isu ini membuat H&M, Nike dan perusahaan lainnya mendapatkan protes keras dari warganet Tiongkok. “Pakaian H&M adalah pakaian usang. Mereka tidak pantas mendapatkan kapas Xinjiang,” protes salah satu warganet Tiongkok melalui aplikasi Weibo.
Dilansir dari BBC, pada Rabu (24/3) lalu, Partai Komunis Tiongkok melalui aplikasi Weibo mengecam kedua perusahaan internasional tersebut untuk tidak melakukan bisnis di Tiongkok jika terus menyebarkan rumor mengenai pelanggaran HAM dalam proses produksi kapas di Xinjiang. Tidak hanya itu, media Tiongkok, CGTN juga menanggapi tuduhan tersebut dengan mengunggah video mengenai penggunaan mesin dalam proses pemetikan kapas di Xinjiang.
Menteri luar negeri Tiongkok, Wang yi, melalui konferensi pers yang dilakukan pada Minggu (7/3), dengan tegas menyangkal berbagai dugaan mengenai Uighur di Xinjiang sebagai “kebohongan”. Ia juga mengeluarkan sanksi bagi beberapa perusahaan ritel pakaian barat tersebut dan menganjurkan agar tidak turut ikut campur terkait masalah dalam negeri Tiongkok dalam konteks apapun. Dilansir dari Reuters, pada Senin (29/3), juru bicara pemerintah Xinjiang, Xu Guixiang melalui konferensi persnya menyuarakan perusahaan asing untuk berhenti melakukan manipulasi politik mengenai Xinjiang, “Akankah H&M kembali bisa menjalankan bisnis dan menghasilkan uang di pasar Tiongkok? Tidak lagi,” tegas Xu Guixiang. Adapun juru bicara pemerintah Xinjiang lainnya, Elijan Anayat, mengajak perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan kunjungan ke ladang kapas di Xinjiang untuk memverifikasi dan melihat sendiri apa yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Selain pemerintah dan masyarakat Tiongkok, sebagai bentuk dukungan terhadap pabrik kapas Xinjiang, sekitar 30 selebriti ternama yang berasal dari Tiongkok seperti Lay Zhang, Victoria Song, dan Jackson Wang memutus kontrak kerja samanya dengan H&M, Nike, hingga Adidas. Tidak hanya itu, mereka juga ikut berpartisipasi dalam memberikan seruan dengan tagar #IsupportXinjiangcotton yang kini telah digunakan lebih dari 4 miliar kali di aplikasi Weibo. Beberapa situs e-commerce besar Tiongkok bahkan juga telah menarik produk H&M dari situs resminya.
Aksi pemboikotan dan reaksi keras dari Tiongkok ini memberikan dampak langsung terkait dengan pada penurunan saham langsung dari perusahaan-perusahaan multinasional tersebut. Pada Kamis (25/3), saham Nike dikabarkan turun sekitar tiga persen, begitupun saham H&M di Swedia mengalami penurunan sebesar dua persen. Hal ini terjadi karena Tiongkok merupakan salah satu sumber pemasukan utama dan pasar yang cukup besar bagi H&M.