Menjadi penerus bangsa bukanlah hal yang mudah. Apakah kita sanggup memutar roda negara ini suatu saat nanti? Tanggung jawab tersebut mengharuskan kita sebagai anak Indonesia untuk meningkatkan pengalaman dan pengetahuan tentang negara ini. Salah satu caranya adalah dengan mengikuti kegiatan kerelawanan, seperti yang dilakukan Hofyan Nazaki. Lelaki berumur 25 tahun ini merupakan seorang tamatan Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Sedari dahulu ia memang menyukai kegiatan traveling karena ia suka berinteraksi dengan orang baru dan mempelajari banyak hal, khususnya kebudayaan suatu daerah. Maka dari itu, sembari menambah pengalaman dengan mengikuti banyak kegiatan relawan, ia juga berkelana ke tempat-tempat baru yang belum pernah ia kunjungi.
Dari minatnya tersebut, ia pun terdorong untuk mendirikan Global Youth Ambassador (GYA) pada tahun 2019. Singkatnya, GYA merupakan wadah anak-anak muda Indonesia berkumpul dan berdiskusi untuk menyelesaikan masalah-masalah di daerah tertinggal. Program ini sudah berjalan selama hampir tiga tahun dan memiliki berbagai fokus dalam pelaksanaannya, yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi lingkungan, dan pariwisata. Melalui program tersebut, sosok yang biasa dipanggil Kahof ini ingin memaksimalkan keterlibatan anak muda di Indonesia dalam berkontribusi bagi negara. Namun, sebelum memberanikan diri untuk membentuk organisasi kerelawanan ini, ia memulai segalanya dari nol, yakni sebagai seorang mahasiswa biasa yang berkuliah sambil bekerja dan menemukan titik jenuh. “Masa dari pagi sampai malem hidup cuma kuliah, kerja, kuliah, kerja, terus-terusan selama dua tahun?” Hal inilah yang membawa Hofyan ke turning point penting dalam hidupnya.
Berangkat dari kejenuhannya di tahun kedua kuliah, ia pun memutuskan untuk mengikuti kegiatan relawan internasional ke Pattani, salah satu provinsi di selatan Thailand, pada tahun 2017. Kemudian, setelah mengikuti beberapa program relawan dalam hidupnya, ia pun memutuskan untuk membentuk programnya sendiri. Salah satu alasan mengapa ia berani untuk membentuk program relawannya sendiri ialah karena ia tidak ingin dirinya hanya menjadi pengikut saja. Menurutnya, Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya manusia yang dapat diunggulkan. “Kalo gue cuma bisa ngikutin orang doang, otomatis, ya, dampak yang bisa gue kasih hanya sekecil itu. Tapi kalau gue bikin sendiri, mungkin potensi gerakan ini untuk bisa lebih besar itu lebih gede dibanding ngikut terus.” Sebelumnya, Hofyan hanya tertarik untuk mengikuti kegiatan relawan di luar negeri karena menurutnya kegiatan relawan di Indonesia masih belum terlalu memberikan dampak positif bagi hidupnya. Bahkan, seumur hidup ia tidak pernah menginjakkan kaki di luar Pulau Jawa. Meski begitu, seketika pandangannya berubah ketika memulai perjalanannya sebagai seorang relawan.
Perubahan pandangan tersebut ia rasakan ketika melakukan program GYA pertama yang bertempat di Konawe, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2019. “Gue ngerasa banyak hal di sana; kedamaian, masyarakat yang butuh dibantu karena masih banyak fasilitas yang masih kurang. Tetapi dengan keadaan mereka yang seperti itu, mereka happy-happy aja kok,” ujar Hofyan. Respons yang diberikan oleh warga Konawe juga jauh di atas ekspektasi para delegasi pada saat itu, para warga menyambut mereka bak keluarga sendiri. Terdapat sebuah penampilan berupa tarian khas daerah Konawe dan banyak persembahan lain yang dilakukan hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan jam dua pagi. “Mereka sangat antusias. Bayangin, orang-orang tua di sana jarang mendapat pengunjung dari daerah kota lain. Jadi ketika ada orang yang baru menginjakkan kaki di sana, pasti sangat disambut,” ungkapnya. Hofyan berharap pengalaman yang tak ternilai harganya ini dapat dirasakan oleh banyak anak muda di Indonesia agar mereka dapat menemukan sudut pandang baru dalam kehidupan.
Selama hampir tiga tahun berdiri, GYA telah memberikan banyak manfaat bagi berbagai lapisan masyarakat. Bukan hanya bermanfaat bagi warga daerah tertinggal saja, program ini juga membangun kualitas para pesertanya agar mempunyai kesadaran nasional, wawasan yang luas tentang Indonesia, dan menghasilkan kegiatan exchange experience. Pengalaman tersebut membuat mereka yang dari kota mengetahui rasanya hidup di daerah yang tertinggal sehingga dapat membantu memajukan perekonomian daerah tersebut. Adapun hal ini meliputi pemberian penyuluhan mengenai bagaimana cara melakukan bisnis kecil bagi ibu rumah tangga hingga mengajarkan bagaimana cara meningkatkan produksi pertanian melalui pertanian modern. Selain itu, mereka yang dari desa juga dapat mengenal hiruk pikuk di perkotaan secara tidak langsung.
Dengan adanya fenomena exchange experience tersebut, harapannya anak muda yang hidup di desa tertinggal akan termotivasi oleh para relawan sehingga menumbuhkan semangat anak muda untuk sekolah lebih tinggi lagi. Faktanya, zaman sekarang, banyak anak muda Indonesia yang tidak memiliki kepedulian tinggi terhadap negara. Hal demikian bisa jadi disebabkan oleh belum munculnya kepercayaan diri untuk mencoba hal-hal baru.
Dari pengalamannya selama ini, Hofyan memiliki penjelasan tersendiri tentang adanya “kecanduan” yang dihasilkan setelah mengikuti beberapa kegiatan relawan. Menurutnya, dengan mengikuti kegiatan seperti ini, ia dapat memperluas koneksi dengan banyak orang sekaligus menikmati keindahan alam dan budaya di daerah tersebut. Akan tetapi, walaupun program yang dipelopori Hofyan ini sudah berjalan dengan baik, seperti dengan sukses mengadakan kegiatan di beberapa daerah terpencil di Indonesia yaitu Konawe, Sulawesi Tenggara dan Klungkung, Bali, masih terdapat mimpi-mimpi yang ingin diraih melalui GYA. Salah satunya ialah memperluas fokus mereka ke bidang kemanusiaan yang mencakup aksi-aksi siaga bencana atau aksi-aksi sosial. Akan tetapi, untuk merembet ke ranah tersebut, Hofyan masih ingin mengembangkan kapasitas internalnya terlebih dahulu. Sebab, dari sisi organisasi, GYA baru memiliki tim resmi pada Januari 2022. Sebelum itu, Hofyan menjalankan program ini seorang diri.
Menurut Hofyan, dengan berkontribusi dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada di Indonesia, di saat yang bersamaan, keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan kita juga bertambah. Semua itu merupakan target jangka panjang yang diharapkan akan terjadi di masa depan karena kita para anak muda yang akan memegang kendali negara ini nantinya. Ia mengajak para anak muda untuk mempersiapkan diri sedini mungkin untuk benar-benar memajukan negara ini. Untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan kerja nyata, bukan bualan semata. Perjalanan untuk menjadi pribadi yang sanggup memajukan negara ini juga bukanlah proses yang sebentar. Semuanya harus diasah dari sekarang agar nantinya saat memasuki usia emas, kita dapat memberikan pengaruh positif bagi negara. “Jangan kurang pergaulan dan pengalaman. Karena ketika Indonesia sudah berada di umur 100 tahun nanti, lo harus jadi orang pinter, orang yang berpengaruh, pokoknya harus jadi seseorang,” pesan Hofyan. (AR)