Memasuki pertengahan tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia sedang mengalami inflasi terbesar dalam 5 tahun terakhir yakni pada angka 4,35%. Salah satu faktor pendorong inflasi ini adalah kenaikan harga pada komoditas pangan sebesar 8,26% sejak tahun lalu. Dilansir dari CNN, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, memprediksi bahwa laju inflasi akan terus meningkat hingga menyentuh angka 4,5% hingga 4,6% pada akhir tahun nanti.
Inflasi yang dialami oleh Indonesia tidak muncul begitu saja. Terdapat beberapa hal yang mendorong terjadinya inflasi, salah satunya adalah konflik Rusia-Ukraina. Konflik tersebut memicu terjadinya krisis energi dan pangan global. Pemberian sanksi ekonomi kepada Rusia mengakibatkan terhambatnya arus pasokan energi gas dan juga perdagangan bahan pokok kepada berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, dampak dari konflik ini sudah dapat dirasakan di Indonesia, terlebih dengan adanya peningkatan harga minyak dunia menjadi 100 USD per barel. Akibat adanya peningkatan harga minyak dunia tersebut, tiga kategori BBM non-subsidi milik Pertamina juga ikut mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia, harga Pertamax Turbo meningkat dari Rp14.500/liter menjadi Rp16.200/liter, Pertamina Dex dari Rp13.700/liter menjadi Rp16.500/liter, dan Dexlite dari Rp12.950/liter menjadi Rp15.000/liter.
Tidak hanya itu, Indonesia juga mengalami inflasi harga bahan-bahan pokok akibat gangguan pada pasokan pangan dunia. CNBC Indonesia melaporkan bahwa harga cabai rawit merah telah menyentuh angka Rp100.000/kilogram dari yang sebelumnya Rp64.000/kilogram. Lalu, harga ayam juga menyentuh angka Rp26.000/kilogram dari yang sebelumnya Rp21.000/kilogram. Sementara itu, harga telur ayam pun mengalami kenaikan harga menjadi Rp29.000/kilogram dari Rp26.000/kilogram.
Tanggapan Pemerintah Indonesia
Menanggapi kondisi tersebut, Bank Indonesia (BI) membuka suara. Dilansir dari Tribun News, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan di 3,5%. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi inflasi yang dianggap masih dapat dikendalikan. Tidak hanya itu, BI meyakini bahwa mempertahankan suku bunga acuan merupakan langkah yang tepat. Tindakan ini diyakini dapat membantu mendongkrak daya beli masyarakat dan mendorong perkembangan ekonomi negara.
Selain itu, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, juga ikut membuka suara. Dikutip dari Liputan 6, Sri Mulyani menyatakan bahwa inflasi Indonesia saat ini masih tergolong moderat dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di negara lain. Dalam upaya untuk mengendalikan inflasi yang meningkat, Sri Mulyani mengerahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu menopang daya beli masyarakat demi menjaga momentum pemulihan ekonomi. Di samping itu, Sri Mulyani juga mengajak para petinggi negara G20 untuk mencari solusi atas gangguan pasokan pangan global dalam sesi forum Road to G20 Securitization Summit pada Rabu (6/7).
Menurut KawanWH, apakah Indonesia akan baik-baik saja pada paruh kedua tahun 2022?