Pada Jumat (8/5/2020), 14 Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang bekerja dengan perusahaan pencari ikan Tiongkok berhasil pulang ke Indonesia. Selama 13 bulan bekerja di Kapal Tiongkok Lang Xing 629, para ABK mengaku menerima perlakuan tidak pantas seperti bekerja selama 18 jam sehari, menerima kekerasan fisik serta diberi makan berupa umpan ikan dan air laut. Upah yang diberikan pun tidak sesuai dengan perjanjian, ABK seharusnya menerima upah sebanyak USD 300 per bulan, namun mereka hanya menerima USD 120 atau setara dengan Rp1,7 juta setiap bulannya.
Keadaan tersebut mempengaruhi kondisi kesehatan awak kapal yang menyebabkan empat ABK meninggal dunia. Mirisnya, tiga jasad ABK yang meninggal di atas kapal dilarung ke laut karena kapten kapal khawatir tubuh korban berpotensi membawa penyakit. Setelah peristiwa tersebut, para ABK yang tersisa memutuskan untuk meninggalkan kapal dan berlabuh di Korea Selatan. Setibanya di Korea Selatan, satu ABK Indonesia meninggal dunia karena terserang penyakit Pneumonia.
Menanggapi peristiwa tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengkritik tindakan yang dilakukan oleh perusahaan pencari ikan Tiongkok tidak manusiawi. Indonesia menuntut pertanggungjawaban dan mendesak Pemerintah Tiongkok untuk menyelidiki serta menyelesaikan kasus eksploitasi tersebut secara tuntas.
Kementerian Luar Negeri Tiongkok menyatakan bahwa pelarungan yang dilakukan oleh perusahaan pencari ikan Tiongkok telah sesuai dengan aturan praktik kelautan internasional yang diatur oleh ILO. Aturan tersebut mengizinkan kapten kapal untuk melarung jasad yang meninggal akibat terserang penyakit menular karena dapat mempengaruhi kesehatan awak kapal lainnya. Pemerintah Tiongkok menegaskan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Indonesia untuk menyelidiki kasus sesuai hukum yang berlaku.