(tulisan ini merupakan bagian dari serial #YourStoriesMatter. Kamu juga bisa mengirimkan tulisanmu di sini).
Di dunia ini banyak sekali manusia yang tidak saling paham satu sama lain. Kemungkinan besar, mereka pun belum mengerti diri mereka sendiri. Itu termasuk aku, tapi aku mencoba mengerti diriku melalui berbagai pengalaman dan petualangan yang membantuku menemukan nilai hidup.
Judul artikel ini memuat kata jendela, karena bagiku, jendela yang dibuka adalah tempat udara segar masuk. Jendela membantu kita melihat dunia lebih baik dan lebih jelas. Aku adalah seorang mahasiswa jurusan kelautan yang telah menekuni berbagai kegiatan pengabdian masyarakat. Beberapa kesempatan aku jadikan sebagai ajang bertualang bersama masyarakat wilayah pesisir. Kuliah di Jawa Tengah membuatku dekat dengan kehidupan desa di Pantura. Seumur hidupku, aku habiskan tinggal di Jakarta yang merupakan melting pot berbagai latar belakang yang berbeda. Beberapa waktu lainnya, aku juga bertualang di negara lain, membuat jendelaku semakin terbuka dan memiliki banyak cara pandang.
Tahun 2018, aku pergi ke Rembang dalam rangka survei kegiatan ekspedisi. Cara berpakaianku dan cara berbicaraku sangat berbeda dengan kebanyakan orang di pesisir. Masyarakat pesisir dikenal sebagai komunitas yang tangguh, mereka hidup dalam didikan kerasnya ombak dan angin tepi laut. Mereka hidup dengan apa adanya. Tapi, tidak denganku. Aku lebih memikirkan apakah celana model ini cocok dengan topi warna ini?
Kacamataku berwarna bening dan rambutku cukup panjang. Saat berjalan, aku mendengar percakapan orang dalam Bahasa Jawa yang sedang membicarakanku. Sopan santun dijunjung tinggi, sehingga saat melewati orang, aku harus berkata “Amit bu… pak…” kemudian akan dijawab “Monggo… Njeh…”. Aku bisa mengerti Bahasa Jawa, tetapi aku masih belum fasih. Terdengar ada seorang wanita paruh baya bertanya dengan wanita lain, “Iku lanang opo wedho, yo” yang artinya, dia laki – laki atau perempuan sih?
Seumur hidupku, aku bersumpah sering melihat wanita berambut pendek dan laki – laki berambut panjang di-highlight warna – warni. Tetapi, tidak dengan mereka! Seumur hidup, mereka hanya tahu laki – laki berambut pendek dan wanita berambut panjang (atau berhijab). Aku hanya tersenyum dan membalas nya, “Nuwun bu, kula lanang”. Dengan berani, aku menjelaskan bagaimana aku mengidentifikasi diriku, walau dengan Bahasa Jawa yang pas-pasan.
Source: Mediatel.co.uk
Satu penggalan cerita, baru saja terjadi awal tahun 2020. Aku bertualang bersama teman – teman ku ke Demak. Kali ini untuk survei kegiatan pengabdian ke lingkungan, seperti sampah laut dan konservasi mangrove. Hari itu cukup terik di Pantai Glagahwangi, aku haus. Tetapi aku ingin minum sesuatu yang tidak mencemari lingkungan, harus sustainable!
Aku pun menghampiri kedai kelapa milik seorang perempuan paruh baya bersama temanku. perempuan tersebut sangat ramah, sehingga kami banyak bicara dengannya. Tiba – tiba, ia bertanya, “Mas nya kok muka nya begitu? Kok kulitnya putih sih? Beda sama orang sini? Orang mana?” lalu aku menjawab mengenai asal – muasal ku. Aku adalah seorang campuran suku Minang, Dayak dan Sunda. Ibu itu kembali memulai percakapan dengan Bahasa Jawa dengan temanku, yang berkata “Wah, dia gak bisa Bahasa Jawa dong ya, jadi bisa kita omongin. Cowok kok putih banget kulitnya, harusnya mah hitam, legam gitu dong!”. Lucunya, aku mengerti apa yang dia bicarakan! Tapi aku berpura – pura tidak paham, aku ingin tahu bagaimana kelanjutannya. Iya, komentar atau pertanyaan kecil yang dapat tersisa di hati merupakan bentuk microaggression. Aku sering kali merasakan itu, apabila berada di desa.
Wajar saja, jendela mereka belum seluas pemandangan jendelaku. Mereka belum banyak melihat apa yang ada di luar dari kehidupan mereka di desa. Saat kita mencoba memahami atau mengerti cerita hidup orang lain, kita tidak akan mungkin memberikan penghakiman kepada orang tersebut. Karena intinya adalah “pengertian” dan “pemahaman”. Aku bersyukur, kedatanganku ke desa – desa di Pantura menjadi salah satu model pembelajaran mereka, bahwa di luar sana banyak sekali keberagaman. Aku harap, petualanganku di masa depan terus menjadi hal yang bermanfaat bagi komunitas yang aku singgahi!