Bertepatan dengan Pembukaan Olimpiade Musim Dingin 2022 pada Jumat (4/2), Rusia dan Tiongkok menyatakan kerja sama tanpa batas antara keduanya. Dilansir dari Reuters, kedua pemimpin negara menyatakan bahwa hubungan ini lebih unggul dibandingkan hubungan yang pernah terjalin saat Perang Dingin. “Persahabatan antara kedua negara tidak memiliki batas, tidak ada bidang kerja sama yang ‘terlarang’,” ujar kedua negara dalam pernyataan bersama pada hari yang sama.
Kerja sama tersebut secara tidak langsung menunjukkan dukungan Tiongkok terhadap Rusia dalam konfliknya dengan Ukraina. Hal ini juga menimbulkan spekulasi bahwa kedua negara akan berkolaborasi untuk melawan negara Barat. Namun, apa yang sebenarnya terjadi antara Rusia dan Ukraina? Berikut fakta-fakta penting mengenai konflik Rusia-Ukraina yang perlu KawanWH ketahui:
Apa yang terjadi dengan Rusia dan Ukraina?
Sejak akhir tahun 2021, ketegangan antara Rusia dan Ukraina terus mengalami eskalasi terutama di perbatasan antara kedua negara tersebut. Per 7 Februari 2022, setidaknya ada 125.000 pasukan Rusia yang tersebar di area perbatasan Ukraina. Pasukan Rusia juga menduduki wilayah timur Ukraina yakni Donetsk dan Luhansk yang sebelumnya telah berada dibawah kendali pasukan separatis pro-Rusia. Di samping itu, Rusia juga mengirimkan pasukan ke Belarus untuk melakukan latihan militer gabungan.
Kehadiran pasukan Rusia di perbatasan Ukraina dalam jumlah yang banyak menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya invasi. Kekhawatiran ini diperkuat oleh temuan Badan Intelijen Amerika Serikat (AS). Dilansir dari CNN, Badan Intelijen AS mengatakan bahwa kapabilitas pasukan Rusia di perbatasan saat ini sudah cukup untuk memulai serangan ofensif ke Ukraina.
Mengapa konflik antara Rusia dan Ukraina dapat terjadi?
Ketegangan antara Rusia dan Ukraina sebenarnya sudah terjadi sejak akhir tahun 2013 dan terus mengalami eskalasi. Pada Maret 2014, Rusia berhasil menguasai Krimea, sebuah wilayah di semenanjung selatan Ukraina. Tindakan Rusia ini mendapatkan kecaman dari dunia internasional dan dinilai sebagai tindakan ilegal oleh PBB. Tidak berhenti sampai disitu, konflik kembali terjadi akibat perebutan wilayah Donetsk dan Luhansk antara Ukraina dengan kelompok separatisme pro-Rusia. Konflik ini menewaskan lebih dari 14.000 orang. Meskipun Rusia dan Ukraina telah menandatangani perjanjian gencatan senjata pada tahun 2015, pelanggaran dan ketegangan masih terus terjadi.
Bagaimana situasi di area perbatasan saat ini?
Situasi di area perbatasan semakin memanas terlebih dengan adanya pergerakan dari pihak Rusia. Berdasarkan fotografi satelit yang diunggah oleh CNN, pangkalan militer Rusia di Yelnya yang berjarak 160 mil dari perbatasan Ukraina telah dikosongkan. Sebagian besar perlengkapan militer Rusia seperti tank, artileri, dan baju besi diduga telah dipindahkan dari pangkalan Yelnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Konrad Muzyka, seorang ahli dari Rochan Consulting.
Melalui Twitter resminya, Muzyka menyatakan bahwa perlengkapan militer dan pasukan Rusia telah dipindahkan ke Kursk yang berjarak 70 mil dari perbatasan Ukraina setelah adanya pergerakan signifikan di wilayah tersebut. Muzyka juga mengatakan kepada CNN bahwa pergerakan ini menandakan konflik telah memasuki babak baru.
Bagaimana tanggapan dunia internasional khususnya negara Barat?
Menanggapi eskalasi konflik yang terjadi, NATO mengirimkan sekitar 4.000 pasukan dalam batalion multinasional di sekitar area konflik terutama di Lituania, Latvia, Polandia, dan Estonia. NATO juga memperingatkan Rusia bahwa Rusia akan mengalami kerugian besar jika melakukan invasi ke Ukraina yang merupakan salah satu mitra NATO. “Kami memiliki banyak pilihan (untuk Rusia), mulai dari sanksi ekonomi, finansial, hingga politik,” tegas Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, dalam wawancaranya dengan CNN.
Tidak hanya NATO, AS juga memberikan tanggapan yang sama. Melalui pernyataan resmi dari Gedung Putih, Juru Bicara Jen Psaki menyatakan bahwa AS akan melakukan tindakan tegas terhadap Rusia apabila pasukan Rusia bergerak melintasi perbatasan Ukraina.
Apa yang akan terjadi ke depannya?
Meskipun Rusia telah membantah rencana invasi ke Ukraina, AS memiliki spekulasi bahwa kemungkinan hal tersebut terjadi masih tinggi. Dikutip dari CNN, Jake Sullivan, Penasihat Keamanan AS, mengatakan bahwa kemungkinan terjadinya invasi sangat jelas. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Rusia telah mengumpulkan 70% kekuatan yang diperlukan untuk melakukan invasi skala tinggi.
Sementara itu, Presiden Prancis, Emmanuel Macron, akan mengunjungi kedua pemimpin negara dengan harapan konflik dapat diselesaikan secara damai. “Prioritas saya dalam masalah Ukraina adalah melakukan dialog dengan Rusia dan deeskalasi konflik. Saya khawatir dengan situasi yang ada di lapangan,” ujar Macron dalam wawancaranya dengan The Washington Post. (ZN)