Pada Jumat (24/6) lalu, Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) mengambil langkah untuk membatalkan hak aborsi. Sebelumnya, aborsi dilegalkan di AS melalui putusan hukum pada tahun 1973 yang sering disebut sebagai kasus Roe v. Wade. Kasus Roe v. Wade ini kemudian menjadi tonggak bersejarah Konstitusi AS dalam melindungi kebebasan perempuan untuk melakukan aborsi. Kini, keputusan membatalkan Roe v. Wade didukung oleh lima dari sembilan hakim Mahkamah Agung. Dilansir dari NPR, saat ini aborsi mulai dilarang setelah usia kehamilan enam hingga delapan minggu, tidak terkecuali bagi korban pemerkosaan dan inses. Kericuhan kemudian terjadi saat media Politico membocorkan draf opini setebal 98 halaman yang ditulis oleh Samuel Alito, Hakim Agung AS. Draf ini berisi tentang pendapat bahwa pengesahan hak aborsi dalam kasus Roe v. Wade merupakan sebuah kesalahan.
Menanggapi kebocoran draf tersebut, Presiden AS, Joe Biden pun turut buka suara. Dalam pidatonya di Gedung Putih pada Jumat (24/6) lalu, Biden mengatakan bahwa kesehatan dan kehidupan perempuan di negara ini sekarang dalam bahaya, dan menyebut Mahkamah Agung telah mengambil hak konstitusi yang sangat mendasar bagi sebagian besar masyarakat AS. Ia juga menegaskan bahwa selama ini Partai Demokrat telah melakukan berbagai upaya untuk melindungi akses aborsi bagi para perempuan di hampir semua negara bagian AS. “Roe v. Wade telah menjadi hukum negara selama hampir 50 tahun, dan keadilan dasar serta stabilitas hukum kita menuntut agar itu tak dibatalkan,” kata Biden dalam pernyataan resminya, dikutip dari CNN.
Pembatalan Roe v. Wade pun memiliki dampak yang signifikan bagi perempuan-perempuan yang tidak mampu melakukan perjalanan ke negara bagian untuk mendapatkan akses layanan aborsi yang legal dan layak. Sejauh ini, setidaknya terdapat tiga belas negara bagian yang telah melarang aborsi. Dengan demikian, perempuan yang ingin melakukan aborsi harus melakukan perjalanan ke negara bagian yang masih tetap melegalkan prosedur aborsi, dua di antaranya yaitu California dan Oregon. Sedangkan, mereka yang tidak memiliki hak istimewa secara materiil akan dipaksa untuk melahirkan atau menemukan layanan aborsi ilegal yang rentan akan resiko kematian.
Munculnya Penolakan Besar-Besaran di Kalangan Masyarakat AS
Selain Biden, Wakil Presiden AS, Kamala Harris, juga menyampaikan keprihatinannya. Ia mengutarakan bahwa upaya Mahkamah Agung dalam membatalkan Roe v. Wade merupakan serangan terhadap perempuan. Putusan larangan aborsi ini juga bahkan telah memicu demo besar antara dua kubu pro dan kontra di sejumlah negara bagian AS pada Selasa (28/6) lalu.
Setelah putusan Roe v. Wade dicabut, gedung Mahkamah Agung AS di Washington pun segera dibarikade oleh para demonstran. Dilansir dari The Guardian, sebagian besar demonstran bersorak bahwa perempuan memiliki hak akan tubuhnya sendiri dan menuntut legalitas aborsi. Selain di Washington, demonstrasi juga dilaporkan terjadi di New York, Los Angeles, Austin, Kansas, Tallahassee, Miami, New Orleans, dan Detroit. Para demonstran tampak memegang pamflet bertuliskan, “Tubuhku, pilihanku” dan menempelkannya di pagar-pagar lokasi protes terjadi.
Musisi dan penulis lagu, Billie Eilish, ikut mengungkapkan kekecewaan dirinya atas keputusan Mahkamah Agung AS. “Hari ini adalah hari yang kelam bagi perempuan di Amerika Serikat,” ujarnya di sela pertunjukannya di Glastonbury, pada Jumat (24/6) lalu. Direktur Jenderal World Health Organization (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, ikut kecewa sekaligus menentang keputusan ini dalam akun Twitternya. Ia mengatakan bahwa pembatalan ini akan mengurangi hak-hak perempuan di AS.
Janji Biden kepada Masyarakat AS
Meski begitu, Biden menegaskan bahwa ia akan terus bertindak untuk melindungi perempuan dan memastikan akses mereka ke pengobatan di negara bagian yang melarang hak aborsi. Melalui pernyataan resmi pada Sabtu (2/7), Biden mengatakan akan menggunakan kekuatannya untuk melindungi wanita di negara bagian yang melarang aborsi dan pengumuman lebih lanjut akan datang dalam beberapa minggu berikutnya. (NA)