Marshell Adi Putra: Hocus-Focus Eksperimen Sosial Terbesar Sejarah Manusia

Ketertarikan Marshell Adi Putra, alumni dan kini pengajar di HI Unpar, terhadap atlas dan peta dunia saat kecil menumbuhkan kecintaan dalam dirinya terhadap isu – isu internasional. Hingga dewasa, ia tetap konsisten dengan ketertarikan tersebut: mulai dari isu politik, budaya dan kehidupan asing, hingga konflik internasional, sejarah, perang, atau bahkan teori konspirasi. Ketertarikannya juga terus berkembang mengikuti zaman, terutama untuk mempelajari dinamika kehidupan di saat ini, ketika masyarakat memiliki kemudahan untuk mendapatkan informasi.

“Buat yang dulunya tidak ada internet, kayak berkah-seperti durian jatuh dari pohon. Tapi buat kita yang sudah berdekade-dekade menikmati segala akses informasi, data, berita dan sebagainya, banyak tantangan dan masalah yang juga muncul. Sekarang masalahnya adalah bagaimana kita memahami sebuah informasi,” kata Marshell.

Sebagai dosen mata kuliah Kekuatan Jaringan Informasi Global, Marshell juga merasakan dampak informasi, teknologi dan budaya yang ia ajarkan di kelas dalam kehidupan pribadinya. “Hampir setiap hari kita jadi manusia yang menatap layar terus. Itu hal simpel yang mengubah gak hanya hidup saya, tapi semua orang. Kita tidak bisa lepas dari layar, entah HP, komputer, TV. Dari interaksi dengan orang lain, kemudian cara berpikir kita dituntut menjadi serba instan juga.”

Menurut Marshell, keadaan information overload, atau kelebihan informasi yang dialami oleh banyak orang saat ini juga terjadi dan teramplifikasi selama pandemi Covid-19. “Mungkin eksperimen sosial terbesar sepanjang sejarah kemanusiaan,” katanya ketika menjelaskan mengenai pandemi ini.

Pandangan inilah yang membuatnya sadar akan pentingnya transparansi informasi dan data dalam menangani perkembangan pandemi di Indonesia. Ia dan rekannya, Anggia Valerisha menulis mengenai sebuah ‘vaksin sosial’ untuk menyelesaikan pandemi ini sebelum vaksin kesehatan dapat ditemukan. Ia terinspirasi setelah mempelajari pola penanganan pandemi di Korea Selatan. Pengertian tersebut memunculkan ide bahwa selama vaksin medis belum dapat diakses, ‘vaksin-sosial’ atau kontrol sosial adalah obat terampuh. Transparansi dan sosialisasi yang objektif mengenai data saintifik dari pemerintah dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya partisipasi mereka dalam menjalankan protokol kesehatan yang tepat.

Marshell juga menekankan bahwa keadaan yang dialami manusia saat ini cukup berbeda dengan masa – masa sebelumnya. Adanya platform di internet memungkinkan semua orang untuk bersosialisasi dengan menyampaikan, membaca, dan mengolah informasi dari mana saja, kapan saja, tanpa filter. Informasi terus beredar, baik itu fakta, gosip, ataupun konspirasi, menyebabkan terjadinya information overload. Ketika informasi terus menerus diterima tanpa batas, kita akan terstimulasi berlebihan dan tidak lagi kritis dalam membentuk opini. Persepsi, respons, dan jenis informasi yang pembaca terima tidak dapat kita kontrol. Maka, transparansi dan akurasi informasi adalah senjata utama kita dalam situasi ini.

Itulah mengapa, Marshell memberikan pesan kepada para mahasiswa, yang juga lantang dalam berbicara, bagaimana dapat beropini dengan baik.

“Posisikan diri kalian seperti dosen gitu loh, mengajari; tidak hanya kasih pieces of information tapi kalian juga kasih wisdom ke teman-teman kalian, yang kemudian akan membuka diskusi harapannya.”