Ada apa di balik pintu itu? Sebuah pintu menuju ruang ketidakpastian— tiada yang tahu, tiada yang menyangka. Jangankan menarik gagang pintunya, bahkan melangkah pun masih disandung keraguan. Apakah di balik pintu terdapat hewan buas yang siap menerkam sewaktu-waktu atau justru kejutan yang menyenangkan?
Dilema klasik ini mungkin seringkali KawanWH temui terutama ketika dituntut untuk melangkah menuju fase baru dalam kehidupan. Seperti halnya yang harus dihadapi mahasiswa baru ketika harus meninggalkan bangku sekolah. Berbagai ekspektasi mereka sematkan pada diri masing-masing sedari awal mereka memutuskan untuk melangkah: harus aktif organisasi! Harus cumlaude! Harus lulus 3,5 tahun! Harus… harus… harus tetap bertahan. Tampaknya, ekspektasi tersebut tidak hanya datang dari dirinya sendiri. Berbagai dorongan dari keluarga ataupun lingkungan pun turut membebani pikiran mereka.
Orientasi bagi mahasiswa baru menjadi masa di mana mereka berandai-andai akan kegiatan yang hendak dilakukan beberapa tahun ke depan. Sesekali dilihatnya karisma Ketua Himpunan yang terlihat bijaksana, kemudian ia tengok teman sesama mahasiswa baru yang terlihat begitu pintar dan penuh wawasan. Tak berhenti di sana, jemarinya mulai membuka laman media sosial dan menyaksikan kehidupan sosial kakak tingkatnya yang terlihat penuh pesta. Masa kuliah terdengar seperti masa yang penuh warna dengan buku, pesta, dan cinta. Namun, apakah mereka dapat menjadi pemeran utama, atau sekadar menjadi penonton?
Terlihat sebagai seseorang yang serba bisa memang terlihat menggiurkan semasa kuliah. Terkadang, mahasiswa cenderung ingin membuktikan bahwa dirinya cukup pintar di kelas, walau tetap aktif di organisasi. Sayangnya, ambisi ini terkadang dibawa berlebihan oleh beberapa mahasiswa— dan melupakan pentingnya keseimbangan. Ada kalanya hal ini justru menjadi bumerang bagi mahasiswa tersebut, seperti halnya membuat mereka kewalahan dan tidak bahagia. Menghadapi permasalahan ini adalah realita yang ditakuti oleh para mahasiswa baru sebelum membuat keputusan. Tertahan keraguan, langkah pun tak kunjung diambil.
Bukan hal yang aneh apabila mahasiswa baru merasa takut untuk salah melangkah. Salah-salah, bisa jatuh ke jurang, atau yang terburuk, ada hati yang dikecewakan. Lagi-lagi, mereka akan terus diselimuti rasa takut yang berputar seakan tidak ada ujungnya. Sayangnya, semua ketakutan ini seringkali hanya sebuah imajinasi buruk yang hidup di dalam kepala mereka. Bahkan, tidak ada jaminan semua ketakutan ini akan menjadi kenyataan. Apa pula yang pasti di dunia ini, nihil.
Memang tidak ada yang pasti di dunia ini. Namun melangkah sedikit demi sedikit dengan awas dapat menjadi bekal yang baik dalam menghadapi ketidakpastian ini. Apa yang akan terjadi di balik pintu itu merupakan hal yang tidak bisa kita duga maupun kontrol. Terlalu fokus dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi tidak akan menuntun kakimu untuk melangkah kepada kemungkinan yang baik. Maka dari itu, gunakanlah sepatu ternyamanmu, fokus pada tujuanmu, dan melangkah.
Persoalan akan menempuh jalanan yang menukik tajam atau bergerigi adalah urusan nanti. Kalaupun terjatuh, the only way is up, right? Perjalanan memang akan terasa melelahkan. Tugas kuliah seakan tidak ada habisnya, sulitnya mencari teman yang satu frekuensi, bahkan seringnya mendapat penolakan pada sebuah kepanitiaan program kerja. Maka, menepilah sejenak. Kembali bernafas dan beristirahat sejenak sebelum melangkah lebih jauh lagi. Menepilah dari ekspektasi yang bahkan tidak pernah kamu impikan. Tidak ada yang salah dari menepi, KawanWH. Refleksikan kembali tiap langkahmu; apa benar inilah jalan yang ingin kamu tempuh?
Tak perlu dipaksa. Perjalanan ini bukanlah melulu tentang siapa yang paling cepat tetapi berhasil mencapai tujuannya, terlepas banyaknya rintangan yang ditemui. Sebab, setiap orang memiliki jalur dan cara yang berbeda. Mungkin kamu mengira orang lain telah mengetahui jalan pintas menuju tujuan, atau mungkin ia memang dikaruniai kemudahan dalam hidupnya. Maka dari itu, kesalahan pertama yang bisa kamu buat sebelum mencapai garis akhir adalah membandingkan dirimu dengan orang lain. Percayalah, yang cepat belum tentu tepat.
Dalam rangka mencapai tujuan yang kamu impikan, teruslah melangkah tak peduli sekecil apapun itu. Menikmati tiap langkah memang terdengar seperti omong kosong. Namun, keberhasilanmu dalam menghadapi tiap rintangan adalah suatu hal yang layak untuk dirayakan.