Mendambakan Mahkota Plastik

Kontes kecantikan sudah biasa dijadikan ajang yang bergengsi untuk menunjukkan kerupawanan, bakat hingga karisma di depan publik. Kebanyakan kontes kecantikan, baik di tingkat negara maupun tingkat dunia, ditujukan untuk kontestan berusia minimal 16 tahun. Namun tradisi di Benua Amerika berkata lain. Amerika menggelar kontes kecantikan anak untuk kontestan berusia 0 hingga 15 tahun, salah satu contohnya seperti dalam acara “Little Miss America”. Tradisi kontes kecantikan anak ini merupakan perkembangan dari kontes yang pertama kali digelar di Inggris pada tahun 1881 dan terus berkembang setelahnya.

Seiring berjalannya waktu, ajang kontes kecantikan anak terbagi menjadi dua tipe, natural dan high-glitz. Dalam kontes tipe natural, anak – anak perempuan dilarang menggunakan makeup berlebihan seperti bulu mata palsu dan eyeshadow. Sebaliknya, tipe high-glitz seperti dalam kontes “Hearts and Crowns Pageant” meminta anak – anak perempuan untuk berdandan tidak sesuai dengan usianya: makeup yang tebal, mengenakan kostum yang sangat terbuka, bahkan dilengkapi tambahan volume pada bagian dada dan bokong sehingga memberikan kesan seperti perempuan dewasa. Ajang high-glitz pun menuai banyak kritik sebab dianggap menggambarkan anak kecil sebagai objek seksual.

Fenomena princess by proxy menjadi faktor kuat di balik keikutsertaan anak – anak perempuan dalam ajang ini. Fenomena ini terjadi ketika sang ibu menaruh ekspektasi tinggi terhadap keberhasilan anaknya, sebab anak tersebut menjalani kehidupan yang tidak pernah dimiliki ibunya. Dalam perjalanannya, sang ibu akan memaksakan kesempurnaan sehingga anaknya dapat menang, sebuah ambisi yang bahkan lebih besar dari ambisi anak itu sendiri.

Kerry Campbell, misalnya, seorang ibu dari anak berusia 8 tahun bernama Britney, menginjeksi botox untuk menghilangkan keriput di wajah anaknya. Tidak hanya Britney, beberapa anak perempuan lain juga dipaksa melakukan tanning, pemutihan gigi, bahkan diet ekstrem hanya untuk tampil di atas panggung. Padahal, usia mereka masih terlalu muda untuk mendapatkan perawatan yang mengandung bahan kimia yang keras dan berbahaya. Selain itu, diet ekstrem dapat mengganggu kesehatan anak serta pertumbuhannya.

Tampil cantik dan sempurna yang menjadi kriteria wajib bagi kontestan kecantikan anak, dapat memicu kemunculan princess syndrome, sebuah sindrom ketika anak perempuan berusaha menjalani hidup layaknya pemeran utama sebuah dongeng dan terobsesi dengan penampilan yang cantik. Sindrom ini pun perlahan menyakiti anak tersebut secara mental dan fisik, dan merenggut masa kecil mereka.

Kontes yang begitu kompetitif mendorong mereka untuk menjadi nomor satu dengan cara yang tidak biasa. Mereka menghabiskan waktu berjam – jam untuk berlatih, bahkan rela membayar pelatih khusus untuk sebuah penampilan. Anak – anak perempuan ini menjadi terbiasa untuk dipuji dan diberikan segala yang mereka inginkan. Dalam reality show “Toddlers and Tiaras,” kontestan dapat mengalami ledakan emosi apabila mereka merasa tidak cantik atau penampilan mereka tidak sesuai harapan. Sikap seperti ini akan memberi dampak buruk terhadap diri mereka pada jangka waktu yang panjang.

Anak – anak perempuan ini pun tumbuh menjadi pribadi yang self-centered dan hanya memikirkan penampilan di atas segalanya. Princess syndrome tidak membantu mereka dalam bersosialisasi dengan teman sebaya mereka. Pengakuan dari Heidi Gerkin, seorang alumni kontes kecantikan anak, dalam dunia kontes kecantikan tidak ada teman yang bisa dipercaya, sebab semua orang memiliki ambisi dan selalu mencari kekurangan kontestan lain. Menyadari hal ini, Perancis telah memutuskan untuk melarang adanya kontes kecantikan anak pada tahun 2010 setelah melihat bagaimana ajang tersebut menampilkan anak kecil sebagai objek seksual.

Anak – anak ini harus segera disadarkan bahwa kecantikan mereka tidak hanya dilihat dari kostum, make up dan penampilan mereka di panggung–namun juga sikap dan kepribadian. Selain itu, orang tua harus lebih bertanggung jawab dengan tidak memaksakan anaknya untuk melakukan apa yang orang tua harapkan, terutama ambisi kesempurnaan. Berpose untuk dipuji atas kecantikan di panggung adalah keindahan negeri dongeng yang fana, namun kecantikan dari hati adalah yang abadi.

“Berpose untuk dipuji atas kecantikan di panggung adalah keindahan negeri dongeng yang fana, namun kecantikan dari hati adalah yang abadi.”