
Sumber: Instagram @nadakhau
“Laki-laki adalah gamers yang lebih baik daripada perempuan, karena perempuan bukan gamer yang kompeten dan hanya ingin mencari perhatian!”
KawanWH, apakah stereotip tersebut sering kamu jumpai saat bermain games? Gamers perempuan sering kali mendapat respons sosial yang beragam, bahkan cenderung negatif. Hal serupa dialami oleh Nada Khaula, seorang mahasiswi Hubungan Internasional UNPAR angkatan 2019 yang memiliki hobi bermain game di waktu luangnya. Lalu, bagaimana kisah Nada sebagai seorang perempuan yang juga merupakan seorang gamer?
Animo untuk Berada dalam Dunia Gaming
Menjadi perempuan satu-satunya dari tiga bersaudara, Nada mengenal dunia gaming sedari kecil karena terbawa kedua adik lelakinya yang senang bermain games. Mereka menggiring Nada untuk mencoba berbagai platform bermain, seperti PlayStation (PS), PlayStation Portable (PSP), dan Nintendo DS. Melalui platform-platform tersebut, ia juga memainkan berbagai game legendaris, mulai dari Mario Kart, Harvest Moon, sampai Resident Evil. Selain lingkungan yang membawanya ke dunia gaming, Nada juga memiliki alasan lain untuk menyukai games. “Aku selalu suka sama sesuatu yang menantang adrenalin. Karena itu, dari dulu aku senang sekali bermain game horor,” ungkapnya.
Dapat dikatakan, Nada telah memainkan berbagai game yang terkenal di era tahun 2010-an. Namun, perkembangan dunia modern tidak menghentikannya untuk menekuni hobi dalam bermain game. Kemajuan teknologi dalam industri game telah mendorong perkembangan jenis dan genre game yang semakin beragam dan unik. Terlepas dari banyaknya genre yang ada, Nada sangat menyukai genre First-Person Shooter (FPS) yang menempatkan pemain dalam pertempuran dengan sudut pandang orang pertama seperti Valorant dan Counter Strike. Tak hanya itu, ia juga menyukai genre open world adventure yang memberi kesempatan pemain untuk menjelajahi dunia dalam game seperti Skyrim dan Genshin Impact.
Perempuan dalam Industri Game
Setelah cukup lama berada di dunia gaming, Nada menyadari adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki saat bermain games. Menurut pengalamannya sebagai gamer perempuan, ia sering kali dipandang sebelah mata saat bermain dengan orang-orang yang ia temui di platform game. Hal ini terutama terjadi ketika lawan mainnya mengetahui bahwa Nada adalah seorang perempuan. Kedudukan perempuan dalam satu tim dianggap tidak setara dengan laki-laki. Ia mengakui bahwa dirinya sering kali menanggapi orang-orang yang menganggap remeh perempuan sebagai seorang gamer, tetapi hal tersebut tidak secara serius ditanggapi oleh para pemain. “Sebanyak apapun aku speak up, aku gak akan dianggap serius, karena aku perempuan. Orang-orang yang main game juga susah untuk serius,” jelasnya.
Meskipun demikian, Nada menjelaskan bahwa perusahaan game sudah mulai menunjukkan kemajuan dengan dihadirkannya banyak karakter perempuan dalam suatu game. Dalam hal ini, jumlah karakter perempuan dalam games memang sudah hampir sama dengan jumlah karakter laki-laki. Walaupun representasi perempuan semakin tinggi, sayangnya hal ini masih diikuti oleh karakter-karakter perempuan yang digambarkan sebagai objek seksual. Hal tersebut terlihat dari perbedaan pakaian yang digunakan antara kedua karakter. “Karakter perempuan biasanya menggunakan pakaian terbuka, sedangkan karakter laki-laki lengkap menggunakan helm dan aksesoris penutup,” ungkapnya.
Membahas karakter perempuan, Nada memberikan satu contoh game yang melibatkan karakter perempuan sebagai pemeran utama, yaitu Horizon Zero Dawn. Horizon Zero Dawn menceritakan seorang pejuang perempuan pemberani yang melanjutkan pencarian kebenaran tentang asal usul dirinya dan makhluk-makhluk mesin misterius yang menguasai dunia. Pemain dalam game ini menggunakan senjata jarak jauh untuk memerangi makhluk tersebut dan menjelajahi dunia dalam game. Game roleplay-action ini mengombinasikan genre FPS dan open world adventure.
Apabila ditanya karakter perempuan yang ideal baginya, Nada ingin menciptakan karakter perempuan yang dapat menjadi sebuah inspirasi bagi para gamers. Gadis yang menyukai karakter Lara Croft dari film Tomb Raider dan Maileen dari serial game Mortal Kombat ini mengaku ingin membuat karakter perempuan yang badass dan bukan hanya untuk dinikmati oleh laki-laki.
Suara Feminis untuk Para Gamers
Tidak seperti para gamer pada umumnya, Nada memiliki makna yang cukup dalam saat mendengar “games” sebagai seorang perempuan. Menurutnya, games yang distereotipkan untuk laki-laki ini bermakna kebebasan bagi perempuan. Perempuan tidak lagi melakukan hal yang biasanya selalu muncul dalam benak masyarakat seperti memasak dan mengurus keluarga, tetapi perempuan memiliki kebebasan untuk memilih dan melakukan sesuatu tanpa mendapat pertanyaan akan hal tersebut, salah satunya adalah bermain games.
Sebagai orang yang tertarik dengan kedua bidang tersebut—feminisme dan gaming—Nada menyampaikan bahwa keikutsertaan perempuan dalam dunia gaming masih sedikit. Figur perempuan biasanya hanya dijadikan brand ambassador atau model untuk mempromosikan suatu produk games. Selain itu, perempuan yang diakui sebagai pro-player dengan skill yang dapat menandingi gamers laki-laki dapat dibilang masih sedikit. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa dunia gaming dapat dijadikan sebagai alat perantara untuk memberdayakan perempuan. “Untuk memberdayakan perempuan melalui dunia gaming, kedudukan perempuan harus sama dulu dengan laki-laki dan mencapai kesetaraan gender.” ungkapnya.
Sebagai seorang gamer yang menjagokan gamer Tenz dan Kyedae, Nada tidak memiliki ketertarikan untuk menjadi streamer atau pro-player. Namun, hal tersebut tidak membatasi dirinya sebagai gamer. Nada mengingatkan para gamers untuk tidak merendahkan orang lain, khususnya saat mengetahui bahwa lawan mainnya adalah perempuan. Kapabilitas perempuan untuk memenangi sebuah permainan juga sama tingginya dengan laki-laki. Oleh karena itu, semua gamers harus bersikap suportif dan mulai mengurangi stigma negatif yang terbentuk untuk perempuan. “Kalau main games, kita juga harus bisa menghormati pemain lain dan memperlakukan mereka seperti orang-orang sekitar. Kalian harus punya basic human decency dan have fun!” ungkapnya.
Feminisme dalam dunia gaming menjadi hal baru yang dapat menghapus stereotip mengenai perempuan. Meskipun lingkungan yang terbentuk dalam dunia gaming masih terbilang tidak ramah perempuan, nilai feminisme dan peran perempuan di balik layar sebuah animasi games terus berkembang. Dengan demikian, segala pandangan negatif mengenai perempuan sebagai gamers sudah seharusnya dihilangkan secara perlahan. Kisah Nada yang memulai games sebagai hobi sampai menyadari pahitnya perempuan dalam dunia gaming dapat menjadi pengingat bahwa arena permainan tersebut tidak hanya sebagai pelepas penat, melainkan juga sebagai sebuah kebebasan untuk perempuan. (TQ)