Pamali: Masih Adakah Tempat di Dunia Modern?

Pamali atau larangan orang Sunda zaman dahulu saat musim panen
Sumber : cakrabuananews

Horor merupakan sebuah konsep dengan arti yang berbeda untuk setiap orang. Sebagian orang memiliki pandangan bahwa horor berwujud jump scare dalam film menegangkan. Horor juga dapat berupa things that go bump in the night—sebuah frasa dengan arti suara yang bermunculan di malam hari dengan asal usul yang tidak dapat dijelaskan. Namun di Indonesia, tanah yang terkenal dengan kepercayaan tinggi terhadap cerita mistis dan takhayul, horor bermanifestasi dalam bentuk pamali. Dengan begitu, menurut KawanWH, dalam dunia yang sudah memasuki masa modern, apakah pamali dapat mempertahankan keberadaannya?

Pamali dapat didefinisikan dalam berbagai bahasa: Ora Elok dalam bahasa Jawa dengan arti sesuatu yang tidak baik; Pali dalam bahasa Dayak dengan arti serupa; dan dalam bahasa Sunda, Pamali berarti sesuatu tabu yang tidak boleh dilanggar. Secara sederhana, pamali merupakan kepercayaan akan hal-hal gaib, seperti makhluk halus dan nasib buruk, yang diajarkan secara turun temurun untuk menghindari terjadinya hal-hal negatif. Pamali bervariasi dan dapat diceritakan melalui berbagai cara, seperti pantangan, tradisi adat, larangan, bahkan pembicaraan dari mulut-ke-mulut.

“Tidak baik untuk seorang perempuan untuk duduk di depan pintu.”

“Payung jangan dipakai di dalam rumah, Nak!”

“Bersiul di malam hari itu pamali, sebaiknya jangan dilakukan.”

“Hindari menyisir rambutmu di tengah malam, terlebih selagi bercermin.”

Kalimat-kalimat tersebut merupakan contoh pamali yang sering diutarakan oleh orang tua kita. Selain sebagai tabu yang tidak boleh dilanggar, pamali berperan sebagai good luck charm yang dianggap akan mendatangkan berkah bagi keluarga. Di saat seseorang menghindari perilaku tabu, sebagai gantinya, mereka akan diberikan berbagai macam berkah. Dalam benak masyarakat, menghindari pamali dapat mendatangkan rezeki, melindungi dari hal-hal gaib, mempertahankan kesehatan, dan masih banyak lainnya. Oleh karena itu, pamali telah menjadi kepercayaan yang melekat dan identik sebagai bagian dari budaya Indonesia. Ajaran yang melampaui berbagai generasi membentuk kepercayaan kental akan hal-hal mistis sehingga mereka memiliki tempat tersendiri dalam masyarakat kita.

Berbeda dengan saat ini, pamali terbentuk di masa ketika teknologi dan sains belum berkembang. Pamali dapat terbentuk karena masyarakat kuno melihat sesuatu yang tidak dapat dijelaskan, kemudian berprasangka bahwa hal-hal gaib merupakan penyebab dari fenomena misterius tersebut. Di sisi lain, pamali dapat terbentuk dari upaya orang tua untuk mengajarkan berbagai peraturan, kedisiplinan, dan tanggung jawab kepada anaknya. Ditambah lagi, tidak semua jenis pamali memiliki penjelasan yang dapat dimengerti oleh logika tetapi tetap dipercaya oleh mayoritas masyarakat di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena ajaran terkait kepercayaan dalam pamali sudah tertanam dalam benak masyarakat Indonesia sejak dini. Tradisi yang diajarkan secara turun temurun menggambarkan citra pamali sebagai kepercayaan yang harus diteruskan untuk menghindari segala sesuatu dengan konotasi negatif dalam kehidupan.

Jika dilihat melalui kacamata sains, kepercayaan berlebih akan hal-hal gaib, mitos, dan takhayul tidak memiliki tempat di dalam dunia modern. Kepercayaan bahwa hal-hal positif dalam kehidupan hanya datang ketika menghindari suatu perilaku sudah tertinggal. Keinginan untuk bekerja keras pun menjadi terminimalisir dalam kalangan dengan kepercayaan kental terhadap pamali. Hal ini dikarenakan kepercayaan tersebut membentuk pola pikir yang percaya bahwa menghindari pamali akan memecahkan segala permasalahan sehingga mendorong perilaku masyarakat yang membatasi potensi dan mengikis kemampuan masing-masing individu atas dasar menjunjung tinggi sebuah kepercayaan.

Dalam dunia modern, kemajuan teknologi dan adaptasi individu telah mendorong masyarakat untuk bersifat lebih rasional. Peran penting yang dimiliki oleh bukti ilmiah mendorong pemahaman bahwa pamali merupakan sebuah kepercayaan belaka dengan hasil yang tidak dapat dibuktikan. Hal ini menghasilkan sebuah masyarakat modern yang cenderung memiliki kepercayaan minim terhadap takhayul.

Meskipun begitu, masih terdapat berbagai kelompok dengan kepercayaan berlebih yang melekat terhadap sisi negatif pamali. Jika status quo tersebut terus berlanjut, hadirlah sebuah pertanyaan baru, jika warga Indonesia terus bergantung pada seutas tali dari masa lalu dan menolak untuk melepaskannya, terlebih dengan pola pikir penduduk yang tidak mempertanyakan landasan sebuah kepercayaan dan memilih untuk go with the flow, bagaimana cara agar kita dapat berkembang dan maju ke masa depan?

Terlepas dari sisi negatif yang datang dari kepercayaan berlebih, pamali tidak selalu digambarkan secara buruk. Pamali merupakan bentuk awal dari kepedulian dengan tujuan untuk menjaga kedisiplinan dan memberikan nasihat kehidupan. Pamali juga dapat diselaraskan dengan kehidupan masa kini. Larangan-larangan yang dituturkan oleh pamali dapat membentuk rutinitas kehidupan seseorang agar menjadi lebih disiplin dan rajin, serta lebih mensyukuri apa yang sudah dicapai dan dimiliki, terutama dalam zaman ketika masyarakat terbebani dengan beban kerja dan ekspektasi yang tinggi. Pamali, di sisi lain, dapat berguna sebagai silver lining, sebuah aspek positif dalam situasi yang negatif. Jadi, menurut KawanWH, apakah pamali dapat mempertahankan eksistensinya dalam dunia modern ini?