Rabu (25/11/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) RI Edhy Prabowo dan tujuh tersangka lain resmi ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi izin ekspor benih lobster. Proses penangkapan ini merupakan buah hasil penyelidikan terbaru dari penyidik senior KPK Novel Baswedan. Dilansir dari Kompas, proses penangkapan Edhy dapat terjadi atas temuan informasi KPK atas adanya arus penerimaan uang oleh penyelenggara negara dalam sebuah rekening bank. Rekening tersebut diduga merupakan penampung dana beberapa pihak yang dipergunakan untuk membeli sejumlah barang mewah di luar negeri. “Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP (Edhy Prabowo) dan IRW (Iis Rosyati Dewi, istrinya) di Honolulu, Hawaii, AS, di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020, sejumlah sekitar Rp 750 juta diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” ucap Nawawi Pomolango Wakil Ketua KPK. Edhy sendiri ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta setelah ketibaan nya dari Hawaii. (Kompas)
Lebih lanjut, Edhy ditetapkan sebagai tersangka kasus izin ekspor benih lobster karena ia diduga menerima uang Rp 3,4 miliar dan 100.000 dollar AS dari PT Aero Citra Kargo. Perusahaan ini diduga menerima uang dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster lain, karena ekspor tersebut hanya dapat dilakukan perusahaan mereka dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor. Akibat dari penetapan tersangka tersebut, Edhy langsung mundur dari jabatannya sebagai Menteri KKP dan dari keanggotaan Partai Gerindra. Meski begitu, penangkapan Edhy bukan menjadi hal yang mengejutkan. Hal ini dikarenakan selama masa jabatannya, Edhy mengeluarkan kebijakan-kebijakan KKP yang dianggap kontroversial. Salah satunya adalah kebijakannya untuk membuka kembali keran ekspor benih lobster yang sebelumnya ditutup oleh mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti karena dianggap merugikan rakyat. Kebijakan yang sama akhirnya membuat Edhy jatuh terjerat dalam kasus korupsi.
Edhy Prabowo menjadi deretan menteri terbaru dalam kabinet Jokowi yang terjerat dugaan kasus korupsi. Idrus Marham, Imam Nahrawi, Lukman Hakim Saifuddin, dan Enggartiasto Lukita merupakan deretan menteri sebelumnya dalam kabinet Jokowi yang terjerat dalam dugaan kasus korupsi. Meski hal ini merupakan hak prerogatif presiden, kasus Edhy ini menunjukkan bahwa proses pemilihan menteri di bawah kabinet Jokowi perlu dievaluasi lebih lanjut. Di sisi lain hal ini memberi sudut pandang baru terhadap isu pelemahan KPK yang kemarin santer terdengar, karena penangkapan ini menunjukkan masih adanya harapan terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut, dikutip dari acara Mata Najwa di Kanal Youtubenya, Tama S. Langkun, peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) berpendapat, “Poinnya adalah ini harusnya jadi kritik buat Pak Jokowi, artinya ketika ada menteri yang tertangkap, ini berarti apa? Pak Jokowi dalam menentukan menterinya ini juga perlu kita kritisi. Jangan sampai kemudian memberi ruang sama orang-orang yang kemudian memiliki kesempatan buat melakukan korupsi, jangan kemudian malah dibebankan pada Jokowi,” tambah Tama.