Social Talk 2021: Pentingnya Peranan Kampus dan Pendampingan Generasi Muda Dalam Menekan Kasus Kekerasan Seksual

Sabtu (28/8) BEM Universitas Negeri Jakarta resmi mengadakan webinar dan perlombaan karya seni poster dan puisi bernama Social Talk 2021 yang mengusung tema “Millennial Against Sexual Violence (Massive)”. Pelaksanaan webinar tersebut berangkat dari kekhawatiran akan peningkatan angka kekerasan seksual yang terus terjadi di masa pandemi. Dengan diselenggarakannya webinar ini, diharapkan angka aksi kekerasan seksual berbasis gender di Indonesia dapat ditekan. Terdapat dua narasumber yang diundang oleh Social Talk 2021 yakni Komisioner Komnas Perempuan Rainy Maryke Hutabarat dan pegiat Isu Perempuan dari Pentas (Perempuan Tanpa Stigma), Poppy R. Dihardjo.

Pada sesi pertama, narasumber Rainy Hutabarat memaparkan materi yang fokus membahas kampus sebagai kawasan bebas kekerasan. Sebagai salah satu lembaga independen yang bergerak pada perlindungan perempuan, Rainy bersama dengan Komnas Perempuan melakukan berbagai kegiatan advokasi dan kemitraan dengan institusi di berbagai tingkatan, termasuk kampus-kampus. Di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, Rainy mengatakan bahwa mudahnya akses pada teknologi kian mendorong peningkatan angka kekerasan siber berbasis gender di kalangan generasi muda. Peningkatan angka kekerasan ini bahkan tercatat melonjak hingga 335%, yaitu sebanyak 942 kasus dari 281 kasus pada tahun 2019. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya kemitraan Komnas Perempuan dengan berbagai kampus untuk mewujudkan kawasan bebas kekerasan.

Menurut Rainy, dalam rangka mewujudkan lingkungan kampus yang bebas kekerasan, hal pertama yang harus untuk dilakukan adalah menanamkan pemahaman terkait kesetaraan gender dan kekerasan pada perempuan. Hal ini menjadi penting karena sering kali kekerasan seksual terjadi akibat perasaan superior yang membuat laki-laki merasa memiliki otoritas terhadap perempuan. Di samping itu, Rainy juga menekankan pentingnya mekanisme pencegahan dan penanganan kekerasan perempuan di lingkungan kampus. Ia menegaskan bahwa mekanisme ini harus dilengkapi dengan sanksi tegas bagi para pelaku dan didukung pelaksanaannya oleh seluruh civitas universitas, baik mahasiswa, dosen, staf, serta pegawai perguruan tinggi (pemagang, relawan, tenaga kontrak). Pihak kampus juga disarankan untuk bermitra dengan lembaga khusus agar kasus-kasus kekerasan perempuan yang terjadi di lingkungan kampus dapat ditangani dengan tepat.

Dalam sesi kedua, narasumber Poppy Dihardjo membagikan pengalamannya selama mendampingi korban kekerasan seksual. Poin utama yang beliau sampaikan adalah pentingnya masyarakat sebagai pihak ketiga untuk dapat mendengarkan cerita korban kekerasan seksual tanpa prasangka dan stigma. Hal ini dapat dilakukan masyarakat awam dengan dengan menggunakan teknik S.T.A.R. (Stop, Think, Assess, Regain). “Setiap kali ada pihak ketiga yang speak-up, fokus mereka justru pada pertanyaan ‘Sudah tertangkap atau belum?’ bukan pada aspek pertolongan korban. Seharusnya masyarakat mengedepankan empati bukan menghakimi serta mendampingi bukan memberi solusi.” ujar Poppy dalam webinar tersebut. Selain teknik pendampingan, Poppy juga menyampaikan penggunaan media sosial Instagram untuk menyusun #NoRecruitList. #NoRecruitList adalah daftar hitam pekerja yang dilaporkan terlibat dalam kasus kekerasan seksual. Dengan adanya #NoRecruitList diharapkan akan timbul efek jera pada pelaku yang dapat menurunkan aksi kekerasan seksual.

Webinar ini lalu ditutup dengan sesi penghargaan lomba Social Talk 2021. Untuk kategori poster, lomba ini dimenangkan oleh Lutfi Anggito Wicaksono Aji dengan judul “No More Sexual Violence”. Sedangkan untuk kategori puisi, lomba ini dimenangkan oleh Rayi Arista Mukti dengan judul “Aku Bukan Jalang”. (CGN & KA)