Temukan Bukti Krisis Kemanusiaan, AS Deklarasi Myanmar Lakukan Genosida Terhadap Rohingya

Muslim Rohingya terus melarikan diri dari Myanmar
Sumber : EPA

Pada Senin (21/3) lalu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Anthony Blinken, secara resmi mendeklarasikan keputusan AS untuk mengakui kekejaman rezim militer Myanmar terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya sebagai tindakan genosida. “Amerika Serikat menyimpulkan militer Burma (Myanmar) melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan terhadap Rohingya,” ujar Blinken dalam pidatonya di Holocaust Memorial Museum, Washington. Keputusan ini ditetapkan oleh AS setelah melihat rincian bukti dokumentasi kekejaman massal yang diberikan oleh organisasi hak asasi manusia seperti Amnesty International dan Human Rights Watch.

Namun, militer Myanmar sendiri telah berulang kali membantah tuduhan genosida terhadap Rohingya. Lantas, sebenarnya apa yang terjadi antara Myanmar dan Rohingya? Berikut fakta-fakta penting yang perlu KawanWH tahu terkait krisis Rohingya:

Siapa itu Rohingya?

Rohingya merupakan etnis minoritas Muslim Myanmar yang berasal dari keturunan pedagang Arab. Saat ini lebih dari satu juta etnis Rohingya tinggal di Negara Bagian Rakhine, pantai barat Myanmar. Namun, mereka tidak dianggap sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis resmi Myanmar dan telah ditolak kewarganegaraannya oleh Myanmar sejak 1982 sehingga mereka tidak memiliki kewarganegaraan. Hal tersebut membuat ratusan ribu warga Rohingya kini hidup terlantar dengan status pengungsi di berbagai wilayah di Asia Tenggara.

Apa yang sebenarnya terjadi terhadap warga Rohingya?

Rohingya sebenarnya telah mengalami penindasan sejak tahun 1970-an dari militer Myanmar. Berdasarkan laporan dari Office of the High Commissioner for Human Rights (OHCHR), kekerasan yang dialami oleh Rohingya meliputi adanya pemerkosaan, penyiksaan, pembakaran, hingga pembunuhan. Pada tahun 2017, militer Myanmar melancarkan operasi pembersihan etnis di Rakhine dan terjadi pelanggaran HAM besar-besaran seperti pembakaran desa, pembunuhan ribuan orang, serta berbagai pelanggaran lainnya. Saat ini, lebih dari 980.000 warga Rohingya kembali melarikan diri dari Myanmar dan mencari perlindungan di Bangladesh, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Mengapa Rohingya Tidak Diakui oleh Myanmar?

Sejak abad ke-17, etnis Rohingnya menetap di Arakan, wilayah negara bagian Myanmar. Namun, akibat tindakan militer yang keras dan brutal pada tahun 1977-1978, warga Rohingya melakukan eksodus massal pertama ke Bangladesh. Semenjak saat itu, Pemerintah Myanmar menolak untuk mengakui Rohingya sebagai warga negaranya dan mulai memberi julukan terhadap Rohingya sebagai warga “Bengali” atau pendatang ilegal dari Bangladesh.

Myanmar sempat memberikan persyaratan hukum bagi warga Rohingya untuk mendapatkan kewarganegaraan melalui undang-undang kewarganegaraan tahun 1982 dengan membuktikan bahwa mereka sudah tinggal di Myanmar sebelum tahun 1823. Sayangnya, mereka tidak dapat memberikan bukti tersebut karena Departemen Imigrasi Myanmar tidak mencantumkan Rohingya di dalam dokumen sensus penduduk. Kegagalan Rohingya dalam mendapatkan status kewarganegaraan ini membuat mereka mendapat tindakan diskriminatif seperti terbatasnya hak-hak mereka dalam akses terhadap kesehatan, pekerjaan, hingga pendidikan karena dianggap sebagai “orang asing”.

Bagaimana Tanggapan Masyarakat Internasional?

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, dan beberapa organisasi kemanusiaan seperti Amnesty International dan Human Rights Watch, mengecam perlakuan Myanmar serta menyerukan kepada penasihat negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan pasukan keamanan Myanmar untuk mengakhiri kekerasan.

Pemerintah Myanmar juga telah mengalami rentetan sanksi dari AS, Inggris, dan Kanada atas perlakuannya terhadap Rohingya. Inggris dikabarkan telah menghentikan pasokan persenjataan kepada Angkatan Udara Myanmar. Di sisi lain, Kanada telah membuat peraturan khusus yang dinamai Special Economic Measures (Myanmar) sebagai langkah untuk melemahkan kekuatan militer Myanmar. Sementara itu, AS telah menjatuhkan sanksi berupa pembekuan aset AS terhadap Myanmar dan larangan bisnis dengan perusahaan AS.

Bagaimana Harapan untuk Rohingya ke Depannya?

Deklarasi AS terkait genosida yang dilakukan Myanmar disambut baik oleh pengungsi Rohingya yang berada di distrik Cox’s Bazar, Bangladesh. “Sudah 60 tahun sejak 1962 pemerintah Myanmar menyiksa Rohingya dan banyak komunitas lain. Saya pikir jalan bagi komunitas internasional untuk mengambil tindakan terhadap Myanmar telah terbuka karena deklarasi tersebut,” ujar Sala Uddin, pengungsi kamp di Bangladesh, kepada kantor berita Associated Press. Mereka mengaku sangat senang ketika mendengar pengumuman yang disampaikan oleh Blinken. “Kami sangat senang atas deklarasi genosida, terima kasih banyak,” lanjut Sala Uddin.

Dilansir dari Voice of America, Yasmin Ullah, anggota dewan Kampanye AS untuk Burma, menyatakan bahwa deklarasi ini adalah langkah pertama AS untuk mengambil tindakan nyata yang diperlukan dalam meminta pertanggungjawaban Myanmar atas kekerasan mereka. (NA)