Tuai Kontroversi, Seaspiracy Pesankan Penonton untuk Tidak Makan Ikan

Sumber: whatsnewonnetflix.com

Sebuah film dokumenter berjudul “Seaspiracy” akhir-akhir ini menjadi perdebatan di kalangan masyarakat. Meski sempat dipromosikan oleh beberapa selebriti seperti Bryan Adams, film yang disutradarai oleh Ali Tabrizi tersebut dituding menyebarluaskan misinformasi perihal industri perikanan. Namun, pada akun Instagram tim Seaspiracy, film ini hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan urgensi dari masalah yang tengah menimpa laut.

Selama 89 menit, Seaspiracy bercerita tentang pentingnya ekosistem laut terhadap kehidupan manusia beserta fakta-fakta mengejutkan dibaliknya. Sang sutradara, Ali Tabrizi berperan menjadi tokoh utama dan membawa penonton ke beberapa negara dimulai dari Jepang, Liberia, Hongkong, Kepulauan Faroe, hingga Thailand untuk memperlihatkan secara langsung problematika dari industri kelautan, seperti pengolahan plastik, perburuan paus, overfishing, kontroversi proses penangkapan ikan, dan perbudakan di kapal.

Dalam film ini, Tabrizi juga menjelaskan minimnya efektivitas dari solusi seperti kampanye less-plastic yang telah diusung untuk mengatasi permasalahan laut. Dengan memberikan narasi bahwa masalah kelautan yang terus berlanjut tanpa solusi yang tepat, film Seaspiracy menawarkan solusi yang kontroversial— berhenti mengkonsumsi ikan adalah cara terbaik untuk mengatasi seluruh isu yang berhubungan dengan laut.

Kontroversi Seaspiracy

Dirilis pada 24 Maret 2021 lalu oleh salah satu situs streaming legal terbesar di dunia yakni Netflix, Seaspiracy telah menempati posisi sebagai 10 film paling banyak ditonton di Netflix dan meraih rating sebesar 8,6 di situs IMDB.

Pujian datang dari berbagai kalangan masyarakat dan organisasi non-pemerintah kepada Seaspiracy karena dianggap informatif dan mengangkat isu yang selama ini cukup terlupakan. Salah satunya adalah People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) yang turut mempromosikan masyarakat untuk menonton Seaspiracy dan mulai mempraktikkan gaya hidup vegan atau tanpa makanan laut. Dilansir dari BBC, beberapa penonton bahkan menyatakan dukungan dengan tidak lagi ingin mengonsumsi ikan setelah menyaksikan film tersebut.

Sementara di sisi lain, akademisi dan organisasi lainnya memberikan kritik serta mempertanyakan aktualitas data yang dilontarkan dalam film. Greenpeace mengapresiasi upaya pembuat film dalam mengangkat isu laut, tetapi tidak setuju dengan solusi veganisme ikan yang ditawarkan. Bryce Stewart, ahli ekologi dan biologi ikan University of York juga berusaha mengungkap mitos yang terkandung pada Seaspiracy.

Berdasarkan wawancara dengan InverseStewart mengatakan adanya kemungkinan untuk menjalankan proses penangkapan ikan secara berkelanjutanHal ini berbanding terbalik dari pernyataan Tabrizi dalam filmbahwa penangkapan ikan secara berkelanjutan dinyatakan mustahil.

Carrie Symonds selaku representasi dari sebuah organisasi bernama Oceana pun berpendapat bahwa berhenti memakan ikan bukan solusi yang tepat jika ingin menyelamatkan laut. “Tidak mengonsumsi ikan bukan pilihan yang rasional karena terdapat ratusan juta orang di seluruh dunia yang bergantung pada industri perikanan, mayoritas di antaranya diambang kemiskinan, kelaparan, serta malnutrisi,” tegas Symonds.

Selain itu, BBC dalam salah satu artikelnya telah mengumpulkan data-data untuk menguak kesalahan informasi dalam Seaspiracy. Klaim bahwa laut akan kosong pada tahun 2048 apabila penangkapan ikan terus terjadi ternyata tidak akurat. Studi yang menyatakan klaim tersebut berasal dari tahun 2006, sehingga sudah tidak relevan dengan masa kini. Terlebih, sudah terdapat upaya untuk meningkatkan kembali stok ikan global.

Hingga saat ini, Tabrizi sendiri sudah merespons beberapa kritik terhadap karya filmnya. Perihal klaim laut kosong, ia mengklarifikasi kembali bahwa kondisi perikanan secara keseluruhan pada faktanya telah mengalami penurunan. Dikutip dari The GuardianTabrizi berkata bahwa mustahil bagi semua orang untuk setuju dengan kesimpulan yang Ia bawa dalam Seaspiracy. “Saya tidak berekspektasi bahwa masyarakat yang menghadapi kemiskinan, kelaparan, atau malnutrisi di seluruh dunia untuk mengurangi maupun berhenti mengonsumsi ikan. Sebagaimana mereka juga bukan tipe orang yang akan membuka situs Oceana (internet) untuk berjuang dan mengupayakan ekosistem laut yang berkelanjutan,” tukas Tabrizi. (TA)