Setelah 30 tahun ditutup, akhirnya Irak dan Arab Saudi resmi membuka kembali perbatasan Arar pada Rabu (18/11). Acara pembukaan perbatasan ini turut dihadiri oleh beberapa pejabat, seperti Menteri Dalam Negeri Irak, Komisi Perbatasan Irak, dan Duta Besar Arab Saudi untuk Irak, Abdulaziz Khalid. Pembukaan perbatasan dilakukan untuk memperkuat hubungan kedua negara yang dahulu sempat terputus. Nantinya, perbatasan tersebut akan dibuka sebagai jalur pertukaran barang dan kunjungan antar kedua negara.
Hubungan diplomatik antara Irak dan Arab Saudi telah memburuk sejak tahun 1990 akibat invasi Saddam Hussein, diktator Irak, ke Kuwait yang berujung pada pecahnya Perang Teluk. Bahkan, hubungan keduanya belum membaik sekalipun setelah Saddam dikudeta oleh AS pada tahun 2003. Hal itu terjadi karena Arab Saudi menganggap dominasi politik baru beraliran Syiah di Irak erat kaitannya dengan Iran, negara musuh Arab Saudi. Namun, pada tahun 2015, kedua negara mulai saling menunjukkan keinginan untuk memperbaiki hubungan, ditunjukkan dengan pembukaan kembali Kedutaan Besar Arab Saudi di Baghdad, Irak dan kunjungan Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, ke Baghdad dan Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, ke Riyadh di tahun 2017. Masih di tahun yang sama, kedua negara juga membentuk dewan koordinasi untuk membahas terkait pembukaan perbatasan.
Selama ini, perbatasan Arar telah dibuka setahun sekali untuk ibadah haji ke Mekkah. Oleh karena kepentingan kedua negara, maka rencana awal untuk membuka perbatasan yang sempat tertunda di tahun 2017 itu akhirnya mencapai kesepakatan.
Irak dan Arab Saudi berharap pembukaan perbatasan tersebut dapat memperkuat hubungan mereka, khususnya terkait kerja sama di bidang ekonomi. Turunnya harga minyak, komoditas utama Irak, menyulitkan mereka dalam rencana memperbarui infrastruktur minyak, gas, dan listrik yang sudah tua dan tidak efisien. Lalu, Irak juga sedang mengalami kemacetan investasi dari perusahaan internasional dan negara lain akibat korupsi yang merajalela. Maka dari itu, Irak sedang berusaha untuk mendapatkan investasi asing, khususnya dari Arab Saudi. Di lain sisi, Arab Saudi berusaha untuk mencari dukungan dari Irak sebagai upaya melawan perkembangan pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.
Terlepas dari pencapaian yang telah diraih, terdapat pula aktor yang menentang hubungan keduanya. Faksi-faksi pro-Iran, seperti Ashab Al-Kahf, menyatakan penolakannya terhadap pembukaan perbatasan Arar. Mereka menganggap pemulihan hubungan kedua negara merupakan tindak kolonialisme terhadap Irak. Namun, PM Kadhimi menepis pernyataan tersebut dan berpendapat bahwa melalui investasi sebagai hasil dari pemulihan hubungan, banyak lapangan pekerjaan baru akan dibuka, sehingga dapat menyelesaikan masalah pengangguran di Irak.
Pembukaan perbatasan Arar hanyalah sebuah permulaan dari hubungan yang dapat menguntungkan kedua negara. Dr. Hamdan Al-Shehri, pengamat politik dan hubungan internasional Saudi, mengatakan bahwa kerja sama ekonomi nantinya diharapkan dapat mendorong kerja sama di bidang lain, seperti bidang keamanan. Terutama karena selama ini kedua negara telah menjadi sasaran terorisme yang kemudian berdampak pada stabilitas dan keamanan negara.