Ferly Junandar: Kebahagiaan Tak Kenal Usia

“Semakin Tua Semakin Tidak Bahagia,”

Apakah KawanWH juga pernah memiliki kekhawatiran yang serupa? Saat kecil, kita sering berandai-andai menjadi orang dewasa dan memandang masa kedewasaan  sebagai pintu kebahagian. Namun, ketika memasuki usia 20-an, kita justru ingin kembali ke masa kecil, bahkan merasa takut untuk beranjak dewasa. Banyaknya tuntutan dan kekhawatiran membawa kita pada ketakutan dan pemikiran bahwa semakin tua semakin tidak bahagia. 

Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa siap menghadapi kedewasaan tanpa terkungkung rasa takut yang berlebihan?

Salah Jurusan Tidak Mengubur Masa Depan

Figur publik yang satu ini memiliki pandangan unik tentang kedewasaan dan kebahagiaan, Ferly Junandar namanya. Pak Ferly merupakan seorang Master of Ceremony atau pewara, figur publik, dan penulis yang berasal dari Bandung. Menekuni karir dalam bidang wicara publik hingga menerbitkan buku berjudul “Speak for Success”, Pak Ferly justru sempat berkuliah di jurusan arsitektur UNPAR dengan bekal kemampuan desain. Namun, beliau pun menyadari bahwa arsitektur bukanlah bidang yang cocok untuk  dikuasai. Alhasil, setelah mendapatkan gelar sarjana arsitektur di kampus parahyangan, Pak Ferly terjun ke berbagai bidang untuk mencari jati diri yang sebenarnya. Beliau pernah menekuni broadcasting, perfilman, dan bidang lainnya hingga akhirnya bertemu bidang wicara publik yang membawanya pada kesuksesan.

Tidak dapat dimungkiri bahwa menjadi seorang MC tentu memiliki sejumlah rintangan, terlebih Pak Ferly adalah seorang introver. Menurutnya, jika dianalogikan dengan gelas, seorang pewara itu memiliki gelas yang banyak, tetapi isinya hanya setengah. Berbeda dengan profesi lain yang cukup memiliki satu kelas, tetapi isinya penuh. Artinya, pewara itu memiliki ilmu yang beragam karena selalu bertemu dengan narasumber dari berbagai bidang sehingga wawasannya luas. Itu lah salah satu hal yang membuat Pa Ferly terus menekuni bidang tersebut. 

‘Salah jurusan’ tidak menghentikan langkah Pak Ferly untuk mencari bidang yang sesuai dengan passion-nya. Di balik kesuksesannya sekarang, terdapat perjuangan besar yang dilewati selama masa pendewasaan diri. Beliau tidak berhenti mencoba dan tidak terjebak pada penyesalan melainkan fokus dengan apa yang akan dilakukan setelahnya. Beliau menyampaikan bahwa kita perlu memiliki visi yang kuat dalam hidup sehingga tidak insecure dengan pencapaian orang lain. Sebab, setiap orang memiliki pace yang berbeda sehingga kita perlu fokus dengan diri kita sendiri.

Proses Pendewasaan Diri

Berbeda dengan masa kecil—ketika pilihan yang kita miliki terbatas sehingga kita mudah merasa bahagia, saat dewasa, kita memiliki pilihan yang lebih banyak. Banyaknya pilihan tersebut justru membuat kita kebingungan dan merasa sulit untuk bahagia. “Bagi Om, dewasa itu membingungkan. I can do anything (bebas). Akan tetapi, itu juga kompleks ‘Is it the right thing to do?’” ucapnya. Namun, pria asal Bandung ini merasa senang menjadi dewasa karena pilihan hidup yang beliau miliki semakin banyak. 

Proses pendewasaan Pak Ferly terjadi saat beliau pindah ke Jakarta setelah menjadi Sarjana Arsitektur. Katanya, di Bandung itu seperti hidup dalam bubble yang segala sesuatunya mudah, sedangkan di Jakarta semua harus fight, effort, dan berkompetisi lebih sengit. Jakarta yang menjadi lingkungan baru bagi Pak Ferly memberinya tantangan baru yang mendorong perkembangan dalam dirinya.  Meskipun tidak semua orang memiliki privilege,  kita semua harus terus mencoba dan berkembang. 

Keluar dari zona nyaman dan bergelut dengan pencarian jati diri justru membuat Pak Ferly menjadi orang yang kuat dan bijak. Usaha yang tiada henti dan visinya yang kuat mengantarkan beliau pada penemuan jati diri. Menurutnya, segala hal yang kita jalani merupakan bagian dari proses pendewasaan diri.

“Semakin Tua Semakin Tidak Bahagia,” Apa Benar? 

Sempat kita lihat tren konten ‘takut tambah dewasa’ beberapa waktu silam di media sosial. Munculnya tren konten tersebut mengungkapkan banyaknya generasi muda yang takut menghadapi kedewasaan karena merasa takut gagal, takut mengecewakan, hingga takut tidak sebahagia saat masa kanak-kanak. Namun, Pak Ferly tidak merasa demikian. Penggemar band Queen ini justru merasa bahwa semakin tua beliau semakin bahagia karena pilihan yang tersedia semakin banyak. Beliau merasa bahwa kita pasti akan merindukan hal-hal yang terjadi di masa lalu, tetapi itu hanya untuk dikenang. “Collect all the happiness pieces from (your) childhood,” ucapnya. 

Pak Ferly menilai bahwa semakin tua bukan berarti semakin tidak bahagia karena kebahagiaan itu bukan pemberian, melainkan harus diikhtiarkan. Kebahagiaan adalah keputusan diri sendiri sehingga semakin tua justru semakin tahu apa yang diinginkan. Kita perlu menentukan sendiri kebahagiaan seperti apa yang kita mau dan mengatur mindset apakah kita akan bahagia atau tidak hari ini. Menurutnya, kita  dilahirkan seorang diri dan akan dipulangkan sendiri, sehingga kebahagiaan pun kita yang tentukan sendiri.  

Acap kali kita merasa takut gagal dan khawatir dengan masa depan karena kita terlalu terpaku dengan pencapaian orang lain. Padahal, pace dan parameter kebahagiaan setiap orang itu berbeda. “Tiap generasi pasti ada insecurity dan ketidaknyamanan. (Namun), semua itu is in your mind(set), it decides where to go in life. Take your time and don’t be too hard on yourself karena setiap orang beda-beda”. Beliau menambahkan agar kita fokus pada masa kini, bersikap mindful, dan tidak perlu overthinking pada hal-hal yang tidak penting.

Tips and Tricks dalam Menghadapi Proses Pendewasaan Diri

Terakhir, Pak Ferly pun memberikan tips and tricks dalam menghadapi proses pendewasaan diri. Pertama, kita perlu memiliki visi yang kuat dalam hidup dan paham bahwa visi setiap orang itu berbeda sehingga setiap orang pasti memiliki jalan hidup yang beda-beda. Seseorang yang sudah mencapai titik tertentu tidak bisa dibandingkan dengan kita yang baru dua langkah berjalan. Oleh karena itu, kita perlu fokus pada rencana ke depan dan bukan membandingkan diri dengan pencapaian orang yang sudah lebih dulu menjalani hidup. 

Kedua, kita perlu mencintai diri sendiri terlebih dahulu sebelum mencintai orang lain (self love). Menjalani hidup adalah bagaimana kita menghadapi diri sendiri sehingga kita perlu mencintai diri sendiri terlebih dahulu. Ketiga, “Listen more instead of speaking more”. Ketimbang terus mengagungkan diri sendiri, kita perlu menjadi pribadi yang terbuka dengan mendengarkan orang lain agar kita dapat terus belajar hal baru. Keempat, jangan berhenti untuk belajar karena menurut Pak Ferly, “when you stop learning, you stop living”. Beliau menilai bahwa life is the school itself dan setiap hari akan selalu ada pelajaran baru yang bisa dipetik. Dengan terus belajar, maka secara perlahan kita akan bertambah bijak. 

Dari perjalanan hidup Pak Ferly menuju kesuksesan dan pandangan hidupnya yang menginspirasi, Siti jadi banyak belajar untuk menata diri dan fokus untuk menciptakan ketimbang menunggu diberikan kebahagiaan. Nah, kalau pandangan KawanWH tentang masa depan dan kebahagiaan kayak gimana? Semoga KawanWH tetap semangat menjalani kehidupan masing-masing, ya!