Merasa Keren dengan Code Switching: Yakin?

Since kita besok ada meeting, semangat ya! Also, don’t be late, okay?

Rasanya bentuk kalimat seperti itu sudah tidak asing lagi kan, KawanWH? Ya, code switching dan code mixing atau istilah lainnya tren bahasa anak ‘Jaksel’ sempat ramai diperbincangkan. Tentunya, ada perdebatan tentang hal ini, ada yang bilang sok Inggris, tetapi ada juga yang mendukung. Namun, sebenarnya apa sih code switching itu? 

Perbedaan Code Switching dan Code Mixing

Code switching atau alih kode menurut KBBI merupakan penggunaan atau variasi bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran atau situasi lain atau karena adanya partisipan lain. Adapun istilah yang serupa, yaitu code mixing atau campur code, menurut KBBI, merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan sebagainya. Beberapa contoh dari alih kode sendiri seperti “Kemarin kita ke pantai. The view was incredible. Seru banget!” atau “Kuenya enak banget, kak. Thank you!”. Sedikit berbeda dengan alih kode, kalimat-kalimat campur kode itu seperti “Cafe tadi pagi cozy banget! Must visit, sih!” atau “Kenapa ya orang-orang doyan nge-judge? Fix, pasti iri.”

Naiknya Status Sosial Saat Alih Kode

Mulanya, alih kode sendiri menjadi upaya penyesuaian diri dengan audiens atau lawan bicara. Ini biasa terjadi ketika penutur berada di lingkungan multikultural atau bilingual. Di samping itu, campur kode sering dilakukan karena belum ada padanan kata yang tepat untuk mengalihbahasakan sejumlah kata asing. Namun, seiring berkembangnya dunia digital, fenomena bahasa ‘Jaksel’ pun ramai. Banyak di antaranya yang terpengaruh karena kebiasaan, baik karena baru pulang ke tanah air maupun karena besar di sekolah internasional. Kebiasaan tersebut juga mendorong sudut pandang baru bahwa orang-orang yang bilingual itu keren dan berpendidikan tinggi. Alhasil, banyak masyarakat yang mengikuti kebiasaan tersebut untuk meningkatkan status sosialnya atau sekadar menyesuaikan diri dengan tren. Dikutip dari Jurnal berjudul Komunikasi Budaya Penggunaan Bahasa Campur Kode pada Generasi Milenial Jakarta, generasi milenial merasa keren ketika melakukan campur kode. Tentu hal ini sangat disayangkan apabila dibiarkan.

Dilema Alih Kode: Boleh atau Nggak Sih?

Banyak yang bilang bahwa menjadi bilingual dapat meningkatkan daya pikir otak. Dikutip dari jurnal berjudul Bilingualism: Consequences for Mind and Brain, dengan kebiasaan berganti bahasa secara cepat, otak akan terdorong untuk berpikir lebih cepat. Tidak hanya itu, campur kode dan alih kode dapat menjadi metode belajar bahasa asing. Istilahnya, “Ya, gapapa lah campur-campur. Kan, lagi belajar. Toh, ‘alah bisa karena biasa’. Namun, sepertinya sudut pandang itu berubah dari yang niatnya membiasakan diri menjadi modal penentu eksistensi. Dengan campur kode, rasanya seperti menjadi pelajar sekolah internasional atau baru saja pulang dari pendidikan di luar negeri.
Membiasakan diri berbahasa asing untuk melatih kemampuan bahasa adalah hal yang bagus untuk dilakukan. Namun, kalau tidak tahu konteks, kebiasaan ini bisa berpotensi menurunkan martabat bahasa Indonesia, loh. Kok bisa? Sebab, dengan merasa bahwa berbahasa asing lebih keren dan terpelajar, secara tidak langsung kita mengesampingkan bahasa Indonesia. Banyak yang bahkan terbata-bata saat berbahasa Indonesia di situasi yang formal. Di samping itu, campur kode dan alih kode dapat menimbulkan kesalahpahaman saat berkomunikasi apabila tidak di tempat yang tepat. Setiap bahasa memiliki keunikannya masing-masing dan budaya yang berbeda. Apabila bahasanya dicampur, tentu dapat memicu adanya kesalahpahaman. Sebab, tidak semua orang paham apa yang dimaksud oleh penutur, sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa yang mudah dipahami, kan?

Jadi, apakah mencampur kode adalah hal yang salah? Menurut Siti, sih, tidak. Ada hal-hal positif yang bisa didapatkan melalui campur kode, termasuk sebagai momen mengasah kemampuan bahasa asing yang masih terbata-bata. Namun, KawanWH perlu tetap mengutamakan bahasa Indonesia karena itu adalah bahasa pemersatu kita. Apabila ingin campur kode atau alih kode, KawanWH perlu tahu waktu dan tempat yang tepat untuk menghindari kesalahpahaman. 

Nah, Menurut KawanWH, apakah campur kode dan alih kode itu hal yang buruk?