“Lihat kebunku, penuh dengan bunga…”
KawanWH yang familiar dengan lirik lagu itu pasti tahu kalau kita bisa menciptakan kebun bunga yang indah jika dirawat dengan baik. Sampah yang tidak diolah dengan baik dapat melahirkan derita seperti banjir, pencemaran lingkungan, bahkan menjadi beberapa sumber penyakit untuk manusia, lho! Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampah plastik menduduki urutan nomor dua sampah terbanyak di Indonesia setelah sampah organik. Bagaimana sih, tanggapan Duta Sustainable Development Goals (SDG) Kampus Universitas Indonesia (UI) yang berkontribusi sebagai aktivis lingkungan akan hal ini?
It All Starts with Being Aware
Salma Ranggita Cahyariyani, Duta SDG Kampus UI mengawali perjuangan di ranah lingkungan setelah menyadari salah satu teman sekolahnya yang berkebutuhan khusus memiliki masalah pencernaan, terutama dengan pengkonsumsian gluten. Setelah melihat hal tersebut, Salma bereksperimen terhadap kulit buah yang kemudian diubah menjadi tepung demi memahami dan membantu temannya. Eksperimen tersebut membuat Salma puas dan melahirkan rasa tanggung jawab dalam dirinya terhadap lingkungan. Rasa tanggung jawab tersebut dimanifestasikan oleh Salma dengan rajin mengikuti kesempatan sukarela terhadap komunitas di kuliah lingkungan saat memasuki kuliah. Keren banget ya, KawanWH!
Keputusannya untuk menjadi relawan lingkungan memberinya berbagai macam kesempatan dan pengetahuan yang tidak akan didapatkan apabila hanya berdiam saja di rumah. Salah satu pengetahuan yang ia peroleh adalah ketika mengikuti seminar di Aceh. Ia disadarkan dengan kurang meratanya air bersih di Indonesia setelah seorang peserta asal Nusa Tenggara Timur bercerita kepadanya. Mengetahui hal tersebut, Salma semakin membulatkan tekadnya untuk meningkatkan kesejahteraan lingkungan.
Salma juga pernah menjadi relawan dalam program penanaman hutan mangrove di suatu daerah di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Di sana, ternyata ini terdapat suatu paguyuban ibu-ibu penanam mangrove yang juga membuat kerajinan tangan hasil mangrove. Hal ini membuat Salma takjub akan kreativitas ibu-ibu tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadaran tinggi yang dimiliki oleh warga sekitar akan keinginan untuk mengubah lingkungan mereka untuk menjadi yang lebih baik lagi.
Sayangnya, upaya mereka masih memiliki sejumlah tantangan, seperti manajemen yang belum memadai aspirasi mereka sebagai warga yang peduli lingkungan. Bagi KawanWH yang belum tahu, tanaman mangrove ini sangat bermanfaat untuk menahan abrasi, menyerap polutan, bahkan bisa digunakan untuk bahan bakar, lho! KawanWH terinspirasi untuk menanam mangrove juga, nggak nih?
Salma juga memiliki beberapa tokoh yang menyinari jalannya sebagai aktivis lingkungan. Salah satunya adalah dosennya di kampus, Prof. Dr. Ir. Bondan Tiara Sofyan, M.Si., yang juga merupakan mantan Direktur Jenderal Pertahanan Indonesia yang melakukan riset terhadap kevlar, yakni rompi anti peluru, dan mengunggah artikel mengenai women empowerment. Prestasi beliau menumbuhkan rasa hormat dalam diri Salma kepada beliau dan membuatnya lebih optimis mengenai perjalanan yang akan ia tempuh.
Tenggelam dalam Lautan Mikroplastik
Meskipun bidang studi Salma lebih condong ke SDG 12 dan 13, yaitu Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab dan Penanganan perubahan iklim, Salma akan tetap melakukan kontribusi yang baik pada ke-17 SDG yang ada. Setelah Siti berdiskusi dengan Salma lebih jauh, ternyata Siti baru tahu kalau Teknik Material dan Metalurgi juga belajar mengenai mikroplastik, lho! Tidak lupa dengan pengalaman Salma yang aktif bergelut di bidang lingkungan, Salma juga aktif memperoleh ilmu di dalam kelas yang menunjang aspirasinya!
Salma menceritakan bahwa pelaksanaan SDG 12 dan SD 13 masih dapat dikembangkan lebih baik lagi di Indonesia. Hal ini menjadi cukup ironis berhubungan julukan negara maritim dimiliki oleh Indonesia. Padahal, seharusnya masyarakat Indonesia bisa menjadi salah satu penyumbang tenaga terbanyak, khususnya di SDG 12. Padahal, tidak hanya kekayaan laut kita, lho, yang bisa berguna bagi SDG 12. Ia juga berpendapat bahwa Matahari yang penyumbang tenaga surya merupakan salah satu energi terbarukan yang masih dapat dimanfaatkan lebih lanjut lagi. KawanWH penasaran, nggak sih, bagaimana caranya mikroplastik muncul?
Yuk, Siti jelasin! Sampah plastik merupakan sampah yang beragam bentuknya. Ada yang mudah terurai seperti plastik biodegradable hingga yang membutuhkan ratusan bahkan jutaan tahun untuk terurai, seperti plastik kemasan makanan. Nah, berbagai jenis plastik ini tercampur di lautan dan akan terpapar sinar ultraviolet dan akan melalui proses dekomposisi yang akan memecah bagian dari plastik ini menjadi bagian yang lebih kecil, yakni mikroplastik. Salma juga menjelaskan bahwa plastik memiliki komponen kimia yang kompleks.
Tidak hanya itu, pengalaman Salma mencerahkannya dengan fakta bahwa pemonitoran data sampah di Indonesia masih belum dibenahi dengan baik sehingga memiliki relevansi yang masih dapat ditingkatkan lagi, ditambah lagi dengan pengelolaan sampah yang sudah terbagi juga masih belum efektif.
Ada salah satu hal yang jarang dibahas oleh masyarakat umum nih, KawanWH, yaitu kendaraan pribadi yang digadang-gadang sebagai salah satu penyumbang karbon terbesar, juga sebenarnya merupakan penyumbang mikroplastik, lho! Salma menjelaskan bahwa ban mobil merupakan limbah terbanyak di lautan. Ternyata, tidak hanya laut, manusia juga bisa “kena getahnya”, lho! Jika kita mengonsumsi ikan dari laut yang memiliki mikroplastik, kita bisa mengalami penyakit liver hingga bahkan mengidap kanker, lho. Wah, jangan sampai ya, KawanWH! Untungnya, KawanWH dapat membantu memerangi mikroplastik dengan mengurangi konsumsi fast fashion dan juga memulai menggunakan transportasi umum atau berjalan kaki.
2045: Indonesia bisa Merdeka dari Mikroplastik!
Setelah memahami sistematika mikroplastik usai berbincang dengan Salma, Siti tersadar minimnya kesadaran masyarakat akan dampak-dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh mikroplastik. Namun, seiring berjalannya waktu, Salma optimis bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai perlahan berprogres demi terwujudnya lingkungan yang bersih, terlebih lagi generasi muda-mudi seperti KawanWH! Menurut Salma, generasi kita adalah generasi yang mudah menyerap informasi dan bersikap terbuka terhadap isu-isu sosial, seperti isu lingkungan. Pada tahun 2045, saat Indonesia berusia genap 100 tahun, Salma meyakini generasi muda hari ini akan menjadi menghidupi gaya hidup yang lebih sehat dan lebih hijau. Akhir kata, Salma berpesan “to have faith in our generation”! Maka itu, kalau bukan Siti dan KawanWH yang mulai, siapa lagi?