KawanWH merasa nggak, kalau waktu akan terasa berjalan lebih cepat ketika kita sedang fokus melakukan sesuatu, seperti bekerja atau bersenang-senang, ketimbang ketika kita sedang merasa bosan? Padahal, durasi waktu yang berjalan sama saja, namun sensasi dan pengalaman yang dialami akan terasa berbeda. Bila digali lebih dalam, waktu merupakan konsep yang cukup kompleks. Albert Einstein pernah membahas bagaimana konsep waktu dapat diterima secara berbeda oleh setiap pengamatnya melalui Teori Relativitas.
Miller’s Planet
Pembuktian dari Teori Relativitas yang paling menarik adalah ketika kita menaruhnya pada konteks luar angkasa! KawanWH mungkin penasaran apa yang dapat terjadi dengan waktu jika berada di luar angkasa. Ada banyak faktor yang membuat waktu menjadi berbeda-beda di setiap tempat, contohnya adalah perputaran poros sebuah planet dan hukum gravitasi. Bagi kita di Bumi, konsep satu hari akan diinterpretasikan sebagai 24 jam, namun tidak apabila kita hidup di planet Venus. Satu hari di planet Venus akan berdurasi selama 5823 jam, lho!
Wah! Nggak kebayang ya kalau misalkan kita hidup di Venus! Daya tarik gravitasi Venus yang lebih berat bahkan bisa membuat usia kita lebih muda dibandingkan kita hidup di Bumi. Konsep time dilation atau pelebaran waktu ini didukung oleh teori Einstein, dan telah secara sempurna digambarkan dalam film Interstellar.
Film karya Christopher Nolan yang dikenal dengan gaya bercerita kompleks ini menampilkan kru misi antariksawan yang melakukan pendaratan di planet yang disebut dalam film sebagai “Miller’s Planet.” Di planet ini, gravitasi memiliki daya yang sangat kuat karena permukaan airnya yang dalam. Bila KawanWH perhatikan, terdapat suara berdetak yang terus berbunyi dalam adegan ini. Setiap detak tersebut melambangkan satu hari telah berlalu di Bumi. Tanpa disangka-sangka, apa yang dialami oleh para kru hanya beberapa jam, ternyata sudah berlalu puluhan tahun waktu Bumi.
Mengintip Masa Lalu Semesta
Keunikan konsep waktu juga dapat diamati dengan menggunakan kecepatan cahaya, lho. Kecepatan cahaya saat ini merupakan satuan pengukur paling cepat yang kita miliki, dengan kecepatan sekitar 300,000 kilometer per detik. KawanWH bayangkan dengan kecepatan cahaya, kita dapat berpindah Bandung ke Jakarta dalam satu kedip mata saja!
Salah satu kegunaan konsep kecepatan cahaya yang paling menarik adalah ketika kita melihat ke langit angkasa yang luas di malam hari. Cahaya yang dipancarkan oleh benda angkasa membutuhkan waktu untuk mencapai mata kita. Semakin jauh benda angkasa tersebut, semakin lama juga waktu yang dibutuhkan cahaya tersebut untuk sampai ke mata kita. Misalnya, ketika KawanWH melihat bintang di langit, KawanWH sebenarnya sedang melihat masa lalu dari bintang tersebut. Mengacu pada konsep kecepatan cahaya sebelumnya, ketika kita mengamati sebuah bintang yang berjarak 100 tahun cahaya dari kita, kita melihatnya seperti 100 tahun yang lalu. Usia bintang yang sebenarnya saat ini mungkin berbeda dari yang kita amati, karena cahaya yang kita lihat adalah jepretan dari masa lalu.
Fenomena ini mengizinkan para astronom untuk “mengintip” ke masa lalu alam semesta hanya dengan mengamati langit-langit dan memahami usia cahaya yang diterima. Wawasan yang diperoleh dari pengamatan ini telah memberikan kontribusi yang signifikan bagi pemahaman manusia tentang alam semesta dan sejarahnya.
Setiap Titik Akhir adalah Awal dari Sesuatu yang Baru
Kini KawanWH telah memahami bahwa konsep waktu dapat digali lebih dalam lagi, hingga membantu manusia memahami rahasia semesta. Dengan begitu, kenyataan bahwa setiap detik yang berlalu tidak dapat terulang dan dapat dialami secara berbeda-beda oleh pengamatnya membuat kita lebih menghargai waktu. Pengalaman menghidupi usia remaja KawanWH dengan Siti tentunya akan berbeda, walaupun jumlah hari yang dialami sama, seperti yang terjadi di Miller’s Planet. KawanWH tidak perlu khawatir dengan waktu yang dimiliki oleh orang lain. Cukup fokus dengan yang dikerjakan dalam pengalaman waktu KawanWH!