KawanWH masih ingat rasa hangat ketika berkumpul dengan keluarga ketika hari raya atau keseruan ketika bermain dengan teman sekelas ketika SMA dulu? Dilansir dari New York Times, maraton menonton film seperti Harry Potter, Die Hard, atau It’s a Wonderful Life bersama keluarga telah mengakar menjadi budaya Hari Natal bagi warga setempat. Rasa “heartwarming” atau “wholesome” yang dimunculkan dari kegiatan tersebut tentu merupakan kenangan indah bagi mereka yang cukup beruntung untuk mengalaminya! Nostalgia dapat muncul dalam bentuk rasa rindu yang membuat kita ingin mengunjungi masa lalu, atau berandai-andai akan sebuah skenario yang indah tetapi bukan kenyataan.
Rasanya seperti ingin menggelengkan kepala dan mengucapkan, “Ah… Aku rindu sama masa-masa indah yang rasanya sudah lama banget berlalu.” Namun, kira-kira kenapa, ya, nostalgia memainkan peran yang amat penting sehingga kita terus mencarinya demi memiliki rasa nyaman?
“You will never know the value of a moment until it becomes a memory”
Sayangnya, ucapan Dr. Seuss di atas merupakan realita kebanyakan dari kita di zaman ini. Dalam kehidupan yang fana ini manusia seringkali tenggelam dalam hingar-bingar kehidupan sehingga tidak dapat menjadi “present” dan “mindful.” Banyak dari energi kita yang terkuras habis di ruang kelas, kehilangan diri ketika hendak merantau ke negeri asing, atau bahkan merasa kehilangan arah dan tujuan kehidupan di tengah-tengah upaya bertahan hidup.
Pada titik ini, tradisi berkumpul dengan orang-orang yang dikasihi dan melakukan kegiatan yang memantik memori atau kenangan indah seperti menonton film bersama, membuka kembali album foto yang telah berdebu, atau bertukar kado membuka ruang bagi nostalgia untuk bermain sebagai tali yang mengikat dan menyatukan jiwa-jiwa yang membutuhkan kehangatan. Rasa nostalgia yang terpantik ketika momen spesial seperti hari raya keagamaan atau reuni memberikan kita kesempatan untuk menghidupi kembali ke masa kecil yang hanya memusingkan gir sepeda yang copot atau bola yang nyangkut di rumah tetangga. Bagaikan pemantik api, memori-memori yang muncul di tengah selebrasi bersama orang-orang yang paling kita sayangi memunculkan sebuah rasa nyaman yang berperan dalam memberikan sebuah bentuk kehangatan.
Membuka Peti Harta Karun Nostalgia
Dengan liburan musim dingin yang berada di akhir tahun, memasuki pintu-pintu nostalgia yang ada juga memberikan kita waktu untuk menarik nafas dan memutar ulang segala hal yang telah kita lalui di tahun ini. Waktu sejenak untuk bernafas di akhir tahun mendorong kita untuk membuka kembali peti nostalgia yang telah lama terkunci untuk melihat hal-hal yang telah membawa kita sampai ke titik ini. Kehidupan kita mirip dengan sebuah novel yang harus dibaca dan dialami dengan seksama untuk menyadari setiap momen indah yang dipenuhi oleh tawa-tawa kecil dan tokoh-tokoh yang membantu membangun jembatan di dalam kehidupan kita.
Namun, kita tidak akan pernah sampai di tujuan jika kita hanya melihat “kaca spion”. One way or another, kita harus melihat ke depan demi mencapai destinasi yang ingin dituju. Yep, nostalgia membawa kehangatan yang tidak tertandingi sehingga sulit untuk dilepaskan, tetapi nostalgia juga dapat mengingatkan kita pada sejumlah kenangan buruk yang telah melukai jiwa kita. Perlu diingat bahwa kehidupan terus bergerak maju dan tidak akan berhenti bagi kita yang masih belum bisa “move on”. Kenangan yang ada dalam diri kita berfungsi sebagai guru bagi diri kita hari ini bisa bergerak lebih baik lagi, dan tidak tenggelam hingga terjebak dalam nostalgia.
KawanWH, setiap detik yang kita lewati akan terus menumpuk dan membuat kumpulan memori. Di kala dunia dipenuhi hingar-bingar, nostalgia dapat menyajikan secangkir kehangatan di tengah kesederhanaan singkat bersama orang-orang di sekitar kita dan refleksi akan bab-bab yang telah kita lewati. Namun, Kawan WH perlu ingat bahwa nostalgia bukanlah sebuah rantai mengikat kita terjebak di masa lalu, tetapi merupakan kunci untuk melangkah dengan lebih baik.