Ramai #KaburAjaDulu, Jepang Sambut WNI Pindah Kerja ke Negaranya

Belakangan ini, tren tagar #KaburAjaDulu tengah ramai diperbincangkan di jagat media sosial Indonesia. Dikutip dari Kompas, tren tagar #KaburAjaDulu” awalnya beredar masif di platform sosial media X dan semakin ramai setelah banyak warganet yang menggunakan tagar ini di cuitannya. 

Jepang Sambut WNI Pindah Kerja di Negaranya

Maraknya penggunaan tagar #KaburAjaDulu menarik perhatian dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah Jepang. Pada Kamis (20/2), Masaki Yasushi, Duta Besar Jepang untuk Indonesia, menyatakan sikap Negeri Sakura akan isu yang marak dibahas di kalangan masyarakat Indonesia. Dilansir dari CNN Indonesia, Masaki menegaskan bahwa Jepang menyambut pekerja asing yang terampil dan juga menyambut masyarakat Indonesia yang tertarik untuk bekerja di sana. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari masalah demografi yang sedang dihadapi Jepang, ditengah permintaan dan kebutuhan akan tenaga kerja yang masih terus meningkat di sana. Pihaknya juga mengungkapkan jika pekerja Indonesia memiliki sifat pekerja keras, sehingga Jepang terbuka untuk menyambut mereka yang tertarik bekerja di sana. “Warga Indonesia memiliki keistimewaan tersendiri, tidak hanya karena tradisi persahabatan yang telah terjalin sejak lama, tetapi juga karena sifat pekerja keras yang ditunjukkan oleh para pekerja Indonesia di Jepang,” ujarnya di acara peringatan ulang tahun Kaisar Jepang atau National Day Reception di Hotel St Regis, Jakarta Selatan, Kamis (20/2). Mengutip dari CNN Indonesia, saat ini, di Jepang, jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI)  bahkan naik hampir tiga kali lipat dibanding 2018 dan tidak akan menutup kemungkinan untuk terus naik. “Jadi menurut saya, kami mampu memiliki lebih banyak pekerja terampil dari Indonesia,” jelasnya.

Apa Sebenarnya Makna Tagar #KaburAjaDulu?

Tren #KaburAjaDulu merupakan respon masyarakat Indonesia atas isu sosial dan ekonomi yang tidak kunjung selesai di Indonesia. Tagar ini memiliki arti sebagai luapan  keinginan masyarakat untuk meninggalkan Indonesia dan pindah ke negara lain yang dianggap bisa memberikan kualitas hidup yang lebih layak. Tren tagar #KaburAjaDulu dianggap sebagai bentuk kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan pendidikan yang masih buruk di Indonesia. Kekecewaan tersebut terlihat dari beberapa unggahan warganet melalui  tagar #KaburAjaDulu yang disertai dengan berbagai keluhan masalah yang masih banyak terjadi di Indonesia seperti biaya pendidikan yang mahal, rendahnya ketersediaan lapangan kerja, upah rendah, dan jaminan kesejahteraan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. 

Bagaimana Pemerintah Menanggapi  #KaburAjaDulu?

Dilansir dari Tempo, Senin (17/2), Menteri Ketenagakerjaan Indonesia, Yassierli, mengutarakan jika tren #KaburAjaDulu merupakan bentuk aspirasi rakyat kepada pemerintah. Ia memaparkan bahwa tidak masalah jika masyarakat tertarik bekerja diluar negeri selama mereka kembali dan membangun negeri karena tidak dapat dipungkiri jika bekerja diluar memang memberikan peluang yang lebih baik. Yassierli menyampaikan jika hal ini juga merupakan refleksi dan tantangan bagi pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja lebih baik. Berbeda dengan Menteri Ketenagakerjaan, Kepala Badan Pertanahan Nasional (PBN), Nusron Wahid, menilai tren #KaburAjaDulu mencerminkan kurangnya rasa patriotisme masyarakat terhadap tanah air. Nusron mengungkapkan bahwa kabur keluar negeri bukanlah solusi yang tepat. Sebaliknya, pemerintah melihat persoalan ini sebagai persoalan yang harus diselesaikan bersama dan pihaknya siap untuk berdialog dengan masyarakat. 

Bagaimana Reaksi Masyarakat Menanggapi #KaburAjaDulu?

Tren tagar #KaburAjaDulu memicu beragam komentar berbeda dari warganet. Sebagian orang beranggapan jika #KaburAjaDulu merupakan pilihan yang rasional bagi mereka yang ingin memperjuangkan pendidikan yang lebih layak, akses terhadap lapangan kerja yang lebih luas, dan kualitas hidup yang lebih baik; hal yang saat ini masih belum dapat dipenuhi secara optimal oleh pemerintah Indonesia. Namun, tidak sedikit juga orang yang merasa ragu untuk pindah karena sejumlah alasan, diantaranya karena biaya hidup yang lebih mahal, keterbatasan bahasa, dan adaptasi terhadap iklim serta budaya asing yang sama sekali berbeda dengan tempat asal.